Cerita ini bermula
ketika saya sedang mengikuti sebuah pelatihan Forum Indonesia Muda angkatan 13
pada akhir Oktober 2012, Prof. Rhenald Kasali sedang memberikan keynote speechnya.
Ditengah kekhusyukan menyimak, beliau bertanya, “Siapa disini yang sudah
memliki paspor?” dengan wajah polos sambil tengok kanan-kiri-depan-belakang saya
melihat beberapa rekan yang mengacungkan tangannya. Beliau langsung menyambar
dengan pertanyaan baru, “Sudah dipakai kemana paspornya?” terdengar riuh suara
dari kanan-kiri-depan-belakang secara bergantian, “Malaysia, Singapore prof”
sambil sedikit senyum, entahlah apa artinya senyum itu, secepat kilat profesor
kembali menyambar, “ah, itu belum dipakai! Ada Negara yang lain?” dari belakang
tempatku duduk terdengar sahut menyahut menjawab Jerman, London, Kanada, dan
beberapa negara lain, dengan gaya tenang dan stay cool khasnya, profesor mengatakan, “nah, itu baru dipakai!”. Saat
itu diri ini seakan terkena hantaman sebuah badai besar diawal sebuah
perjalanan, pikiran ini berkecamuk antara positif dan negatif dengan keadaan
ini? Bersyukur, pikiran ini condong ke sisi positif, dengan diawal perjalanan
maka muncul sebuah keoptimisan untuk semakin banyak berbagi inspirasi dan
kepedulian dengan keluarga kunang-kunang.
Sepulang
pelatihan, selain euforia pasca pelatihan berupa semangat memperbaiki diri
lewat membaca, menulis, dll, ternyata ada hal sedikit berbeda yang difikirkan, fikiran
tentang target Go International mencuat dan melekat. Kata-kata Prof. Rhenald
Kasali terngiang-ngiang disetiap aktifitas dan sebuah hadiah dari sahabat saya,
Dini Khorinnisa berupa tempelan kulkas bergambar dan bertuliskan LONDON pada
acara tukar kado FIM 13, menjadi penguat target itu.
“Petualangan
dan Perjuangan Go International benar-benar dimulai guys!” tekadku berkobar bak
api melalap hutan tropis dimusim kemarau, cepat dan tegas.
Beberapa
langkah yang saya anggap jitu dilakukan secara paralel, hingga Tuhan
mempertemukan saya pada event pertama yang coba saya ikuti yaitu Hult Prize
2013, sebuah kompetisi social
entrepreneurship yang akan dilaksanakan pada 2013. Segera saya membuat
sebuah tim impian J, saat itu ada Alfi Pangestiawan, Ahmad
Abdul Habib, Rizki, dan tambahan salah seorang wanita sahabatnya alfi. Diawali
dengan sharing pengalaman, penyampaian karakter diri, dan pendapatnya tentang social entrepreneurship, kami memulai
langkah itu, bersama-sama Go International! Dengan studi kasus berupa Krisis
Pangan Global, ditengah kesibukan masing-masing, kami semua berusaha semaksimal
mungkin mencari banyak bahan dan inspirasi, membaca begitu banyak link materi,
sharing tips dan trik dengan sahabat saya yang pernah lolos ke London, diskusi
baik di media sosial maupun sms terutama dengan sahabat yang kuliah di pertanian,
dan beberapa hal lain. Segala jerih dalam semua kondisi bahkan sakit sekalipun
dilakukan hingga akhirnya muncullah ide, Moo’s banking, saat itu kami juga
diminta memilih lokasi tahap berikutnya, dengan pertimbangan pesaing dan kami
sepakat memilih London, EROPA bro! ;) dan di detik-detik terakhir kami berhasil
apply di website Hult Prize.
Penungguan
dilakukan, pengumuman tim yang lolos semifinal Hult Prize masih awal Januari
2013, berbekal sebuah kata-kata bijak; “Belajarlah Sukses dari Orang Sukses”, ditengah-tengah
kesibukan aktifitas organisasi dan kepanitiaan saat itu sebagai ketua Bawaslu
lalu disambung dengan metode soft handover (istilah telekomunikasi untuk pindah
BTS-red) ke Pendidikan Dasar Astacala (Pendas) XXI, saya mencuri-curi waktu
untuk bertanya-tanya pada sahabat-sahabat yang sudah pernah melihat langit dari
belahan bumi yang lain, mereka adalah Dini Khoirinnisa, Gita Eka Ramadhan,
Ghulam Tafrihi tentang cerita Go International mereka, beberapa pertanyaan itu
terkait event yang mereka ikuti, essay, dana, persiapan, dan tak lupa tentang
tips dan trik, diakhir obrolan saya bertanya tentang event terdekat yang visible
untuk saya ikuti.
Medio November 2012, di
pagi buta, kaki ini bersegera melangkah ke sekretariat Astacala, organisasi
Pecinta Alam IT Telkom, saat anak sekre masih asyik bermain dengan perlengkapan
tidurnya, saya mencari-cari informasi hasil diskusi dengan sahabat-sahabat,
berbagai kata kunci diotak-atik di mesin pencarian google untuk menemukan
peruntungan tentang event international terdekat, mulai event yang diadakan di
ASEAN hingga Amerika, ditemukanlah beberapa event seperti International Student Festival in Trondheim (ISFiT) 2013, Model United Nation (MUN), G20 Youth
Indonesia, Trentino 2013 Winter Universiade Italy, dan berbagai event festival
pemuda yang diadakan oleh negara-negara tertentu. Dari beberapa kali melakukan
pencarian, hati saya belum menemukan kecocokan hati dengan event-event
tersebut.
Setelah
cukup lama menunggu, hari yang mendebarkan itu ternyata tiba juga, hari
pengumuman tim yang lolos ke babak semifinal Hult Prize 2013 dan akan
berkesempatan terbang ke kota-kota yang telah dipilih. Pihak panitia agaknya
sedikit “nakal”, pengumuman tidak dilakukan sekaligus tetapi secara berkala dan
dengan jeda waktu random, jantung ini seakan makin lepas dari tempatnya
menunggu sesuatu yang dekat dan tidak pasti. Fanpage Hult Prize di Facebook terus ku-refresh berharap pengumuman
untuk kota London telah ada. Kota London diumumkan paling buncit, dengan
harap-harap cemas mata ini melihat satu per satu tim yang lolos, ternyata tim
saya belum juga menampakkan namanya di pengumuman nama tim yang lolos semifinal
di London, dan setelah melihat beberapa kali untuk memastikan ternyata nama tim
saya tak kunjung muncul juga. Beberapa detik berselang, hati, fikiran, dan mata
ini tertunduk mempertanyakan alasan yang menyebabkan tim saya tidak lolos, langsung
terlintas dengan cepatnya tentang apply untuk event ISWI 2013. Hal itu seakan merasakan
tegukan air pertama setelah perjalanan panjang di padang pasir, menjadi energi
yang mampu menggerakkan hati dan fisik sekaligus. Langsunglah fikiran ini
memikirkan essay-essay yang belum selesai dikerjakan untuk keperluan apply ISWI
2013.
Membaca
beberapa litaratur dilakukan, diskusi dengan beberapa sahabat dimaksimalkan,
dan essay dibuat matang-matang demi salah satu mimpi di 2013.
30 Januari 2013, tidak ada waktu lagi untuk menyelesaikan, hari itu essay harus segera diselesaikan karena besok harus segera pergi untuk menjadi tim survival pada Pendidikan Dasar Astacala XXI (Pendas XXI). Dengan semakin sedikitnya waktu yang dimiliki ditambah persiapan berangkat ke lapangan (gunung-red), alhamdulillah malam itu essay sudah jadi, “tinggal translate neh!” gumamku, dengan kemampuan bahasa inggris dan bantuan google translate akhirnya essay berhasil selesai ditranslate dan langsung apply di web ISWI 2013 pada jam01.00 WIB, waktu yang kurang baik untuk tidur malam apalagi untuk yang besok pagi harus pergi ke lapangan dan mengeluarkan banyak energi.
Selang
beberapa hari kepulangan dari lapangan, saya harus ke Lampung selama dua minggu
untuk melakukan Perjalanan Wajib angkatan Lembah Hujan sebagai salah satu
tahapan masa bimbingan di Pendidikan Lanjut Astacala. Sepulangnya, semangat ke
luar negeri saya masih menggebu dan bahkan semakin menggebu, hal itu karena
saya belum sampai pada titik ujung salah satu mimpi, sebuah hal yang mengendap
dalam fikiran karena menjadi doktrin dan terus diulang di Astacala, “Berjuang
maksimal hingga akhir!”
Untuk
semakin mengasah pola pikir dan kemampuan mengeluarkan ide atas sebuah kondisi,
di medio Februari saya mencoba apply ke AICT, sebuah event untuk pergi ke pulau
Biawak untuk belajar sesuaru disana, tetapi ketika pengumuman, ternyata nama
saya juga belum muncul. Disitu semakin saya belajar, bahwa keikutsertaan kita
dalam sebuah kompetisi itu adalah sarana aktualisasi diri, melatih pola pikir, kalau
“Lolos?” Itu bonus dari usaha terus memperbaiki diri lewat semakin tajamnya
pola pikir dalam membaca kondisi dan menawarkan solusi.
Awal Maret 2013 adalah waktu yang dijanjikan
oleh panitia ISWI untuk mengumumkan hasil seleksinya. Diri ini sudah beberapa
kali menghadapi kondisi yang sama, tetapi masih juga merasakan perasaan harap-harap
cemas walaupun dengan kadar yang berbeda. Hari itu keadaan emosi cukup stabil
sehingga cukup tenang menyambut pengumuman. Dengan optimis tingkat dewa dan
sepeda motor perjuangan diri ini pergi ke warnet di daerah Sukabirus. Kubukalah
browser favorit mozilla firefox dan mengetikkan halaman web ISWI 2013, setelah menunggu
mengingat koneksi warnet agak lemot. Dan, alhamdulillah nama saya muncul
sebagai peserta yang berhak lolos dan berkesempatan terbang ke Jerman pada
akhir Mei 2013 nanti!! Kening ini langsung kusejajarkan dengan kaki untuk sujud
syukur sebagai bentuk euforiaku.
Setelah sedikit euforia, aku telah membaca
FAQ, panitia hanya menanggung biaya akomodasi selama kegiatan (tempat tinggal
dan makan), untuk transport ke lokasi kegiatan ditanggung peserta, “Tak apalah,
setidaknya satu jalan telah terbuka, aku yakin bahwa akan ada jalan lain yang
akan terbuka dengan usaha maksimal hingga akhir!” pikirku dalam hati.
Kedepan, setiap detik akan terasa sangat panjang dan padat akan pahit-manis perjuangan, waktu istirahat akan semakin; proposal, paspor, visa, uang transport, dll telah melambaikan tangan untuk segera dijemput dan diselesaikan. (bersambung ke bagian 2)
“KAMI BUKAN KUMPULAN ORANG YANG KUAT,
TAPI KAMI ADALAH ORANG YANG MEMPUNYAI KEMAUAN
DAN SEMANGAT YANG KERAS.”
(Astacala)