Jumat, 30 Agustus 2013

MIMPI ITU BERLABUH DI EROPA (PART 1)

          
          Cerita ini bermula ketika saya sedang mengikuti sebuah pelatihan Forum Indonesia Muda angkatan 13 pada akhir Oktober 2012, Prof. Rhenald Kasali sedang memberikan keynote speechnya. Ditengah kekhusyukan menyimak, beliau bertanya, “Siapa disini yang sudah memliki paspor?” dengan wajah polos sambil tengok kanan-kiri-depan-belakang saya melihat beberapa rekan yang mengacungkan tangannya. Beliau langsung menyambar dengan pertanyaan baru, “Sudah dipakai kemana paspornya?” terdengar riuh suara dari kanan-kiri-depan-belakang secara bergantian, “Malaysia, Singapore prof” sambil sedikit senyum, entahlah apa artinya senyum itu, secepat kilat profesor kembali menyambar, “ah, itu belum dipakai! Ada Negara yang lain?” dari belakang tempatku duduk terdengar sahut menyahut menjawab Jerman, London, Kanada, dan beberapa negara lain, dengan gaya tenang dan stay cool khasnya, profesor mengatakan, “nah, itu baru dipakai!”. Saat itu diri ini seakan terkena hantaman sebuah badai besar diawal sebuah perjalanan, pikiran ini berkecamuk antara positif dan negatif dengan keadaan ini? Bersyukur, pikiran ini condong ke sisi positif, dengan diawal perjalanan maka muncul sebuah keoptimisan untuk semakin banyak berbagi inspirasi dan kepedulian dengan keluarga kunang-kunang.
         
      
Sepulang pelatihan, selain euforia pasca pelatihan berupa semangat memperbaiki diri lewat membaca, menulis, dll, ternyata ada hal sedikit berbeda yang difikirkan, fikiran tentang target Go International mencuat dan melekat. Kata-kata Prof. Rhenald Kasali terngiang-ngiang disetiap aktifitas dan sebuah hadiah dari sahabat saya, Dini Khorinnisa berupa tempelan kulkas bergambar dan bertuliskan LONDON pada acara tukar kado FIM 13, menjadi penguat target itu.
“Petualangan dan Perjuangan Go International benar-benar dimulai guys!” tekadku berkobar bak api melalap hutan tropis dimusim kemarau, cepat dan tegas.


       
Beberapa langkah yang saya anggap jitu dilakukan secara paralel, hingga Tuhan mempertemukan saya pada event pertama yang coba saya ikuti yaitu Hult Prize 2013, sebuah kompetisi social entrepreneurship yang akan dilaksanakan pada 2013. Segera saya membuat sebuah tim impian J, saat itu ada Alfi Pangestiawan, Ahmad Abdul Habib, Rizki, dan tambahan salah seorang wanita sahabatnya alfi. Diawali dengan sharing pengalaman, penyampaian karakter diri, dan pendapatnya tentang social entrepreneurship, kami memulai langkah itu, bersama-sama Go International! Dengan studi kasus berupa Krisis Pangan Global, ditengah kesibukan masing-masing, kami semua berusaha semaksimal mungkin mencari banyak bahan dan inspirasi, membaca begitu banyak link materi, sharing tips dan trik dengan sahabat saya yang pernah lolos ke London, diskusi baik di media sosial maupun sms terutama dengan sahabat yang kuliah di pertanian, dan beberapa hal lain. Segala jerih dalam semua kondisi bahkan sakit sekalipun dilakukan hingga akhirnya muncullah ide, Moo’s banking, saat itu kami juga diminta memilih lokasi tahap berikutnya, dengan pertimbangan pesaing dan kami sepakat memilih London, EROPA bro! ;) dan di detik-detik terakhir kami berhasil apply di website Hult Prize.
Penungguan dilakukan, pengumuman tim yang lolos semifinal Hult Prize masih awal Januari 2013, berbekal sebuah kata-kata bijak; “Belajarlah Sukses dari Orang Sukses”, ditengah-tengah kesibukan aktifitas organisasi dan kepanitiaan saat itu sebagai ketua Bawaslu lalu disambung dengan metode soft handover (istilah telekomunikasi untuk pindah BTS-red) ke Pendidikan Dasar Astacala (Pendas) XXI, saya mencuri-curi waktu untuk bertanya-tanya pada sahabat-sahabat yang sudah pernah melihat langit dari belahan bumi yang lain, mereka adalah Dini Khoirinnisa, Gita Eka Ramadhan, Ghulam Tafrihi tentang cerita Go International mereka, beberapa pertanyaan itu terkait event yang mereka ikuti, essay, dana, persiapan, dan tak lupa tentang tips dan trik, diakhir obrolan saya bertanya tentang event terdekat yang visible untuk saya ikuti.

        Medio November 2012, di pagi buta, kaki ini bersegera melangkah ke sekretariat Astacala, organisasi Pecinta Alam IT Telkom, saat anak sekre masih asyik bermain dengan perlengkapan tidurnya, saya mencari-cari informasi hasil diskusi dengan sahabat-sahabat, berbagai kata kunci diotak-atik di mesin pencarian google untuk menemukan peruntungan tentang event international terdekat, mulai event yang diadakan di ASEAN hingga Amerika, ditemukanlah beberapa event seperti International Student Festival in Trondheim (ISFiT) 2013, Model United Nation (MUN), G20 Youth Indonesia, Trentino 2013 Winter Universiade Italy, dan berbagai event festival pemuda yang diadakan oleh negara-negara tertentu. Dari beberapa kali melakukan pencarian, hati saya belum menemukan kecocokan hati dengan event-event tersebut.


Setelah cukup lama menunggu, hari yang mendebarkan itu ternyata tiba juga, hari pengumuman tim yang lolos ke babak semifinal Hult Prize 2013 dan akan berkesempatan terbang ke kota-kota yang telah dipilih. Pihak panitia agaknya sedikit “nakal”, pengumuman tidak dilakukan sekaligus tetapi secara berkala dan dengan jeda waktu random, jantung ini seakan makin lepas dari tempatnya menunggu sesuatu yang dekat dan tidak pasti. Fanpage Hult Prize di  Facebook terus ku-refresh berharap pengumuman untuk kota London telah ada. Kota London diumumkan paling buncit, dengan harap-harap cemas mata ini melihat satu per satu tim yang lolos, ternyata tim saya belum juga menampakkan namanya di pengumuman nama tim yang lolos semifinal di London, dan setelah melihat beberapa kali untuk memastikan ternyata nama tim saya tak kunjung muncul juga. Beberapa detik berselang, hati, fikiran, dan mata ini tertunduk mempertanyakan alasan yang menyebabkan tim saya tidak lolos, langsung terlintas dengan cepatnya tentang apply untuk event ISWI 2013. Hal itu seakan merasakan tegukan air pertama setelah perjalanan panjang di padang pasir, menjadi energi yang mampu menggerakkan hati dan fisik sekaligus. Langsunglah fikiran ini memikirkan essay-essay yang belum selesai dikerjakan untuk keperluan apply ISWI 2013.


Membaca beberapa litaratur dilakukan, diskusi dengan beberapa sahabat dimaksimalkan, dan essay dibuat matang-matang demi salah satu mimpi di 2013.
 

           30 Januari 2013, tidak ada waktu lagi untuk menyelesaikan, hari itu essay harus segera diselesaikan karena besok harus segera pergi untuk menjadi tim survival pada Pendidikan Dasar Astacala XXI (Pendas XXI). Dengan semakin sedikitnya waktu yang dimiliki ditambah persiapan berangkat ke lapangan (gunung-red), alhamdulillah malam itu essay sudah jadi, “tinggal translate neh!” gumamku, dengan kemampuan bahasa inggris dan bantuan google translate akhirnya essay berhasil selesai ditranslate dan langsung apply di web ISWI 2013 pada jam01.00 WIB, waktu yang kurang baik untuk tidur malam apalagi untuk yang besok pagi harus pergi ke lapangan dan mengeluarkan banyak energi.
         
Selang beberapa hari kepulangan dari lapangan, saya harus ke Lampung selama dua minggu untuk melakukan Perjalanan Wajib angkatan Lembah Hujan sebagai salah satu tahapan masa bimbingan di Pendidikan Lanjut Astacala. Sepulangnya, semangat ke luar negeri saya masih menggebu dan bahkan semakin menggebu, hal itu karena saya belum sampai pada titik ujung salah satu mimpi, sebuah hal yang mengendap dalam fikiran karena menjadi doktrin dan terus diulang di Astacala, “Berjuang maksimal hingga akhir!”
Untuk semakin mengasah pola pikir dan kemampuan mengeluarkan ide atas sebuah kondisi, di medio Februari saya mencoba apply ke AICT, sebuah event untuk pergi ke pulau Biawak untuk belajar sesuaru disana, tetapi ketika pengumuman, ternyata nama saya juga belum muncul. Disitu semakin saya belajar, bahwa keikutsertaan kita dalam sebuah kompetisi itu adalah sarana aktualisasi diri, melatih pola pikir, kalau “Lolos?” Itu bonus dari usaha terus memperbaiki diri lewat semakin tajamnya pola pikir dalam membaca kondisi dan menawarkan solusi.
           Awal Maret 2013 adalah waktu yang dijanjikan oleh panitia ISWI untuk mengumumkan hasil seleksinya. Diri ini sudah beberapa kali menghadapi kondisi yang sama, tetapi masih juga merasakan perasaan harap-harap cemas walaupun dengan kadar yang berbeda. Hari itu keadaan emosi cukup stabil sehingga cukup tenang menyambut pengumuman. Dengan optimis tingkat dewa dan sepeda motor perjuangan diri ini pergi ke warnet di daerah Sukabirus. Kubukalah browser favorit mozilla firefox dan mengetikkan halaman web ISWI 2013, setelah menunggu mengingat koneksi warnet agak lemot. Dan, alhamdulillah nama saya muncul sebagai peserta yang berhak lolos dan berkesempatan terbang ke Jerman pada akhir Mei 2013 nanti!! Kening ini langsung kusejajarkan dengan kaki untuk sujud syukur sebagai bentuk euforiaku.
           Setelah sedikit euforia, aku telah membaca FAQ, panitia hanya menanggung biaya akomodasi selama kegiatan (tempat tinggal dan makan), untuk transport ke lokasi kegiatan ditanggung peserta, “Tak apalah, setidaknya satu jalan telah terbuka, aku yakin bahwa akan ada jalan lain yang akan terbuka dengan usaha maksimal hingga akhir!” pikirku dalam hati.
           Kedepan, setiap detik akan terasa sangat panjang dan padat akan pahit-manis perjuangan, waktu istirahat akan semakin; proposal, paspor, visa, uang transport, dll telah melambaikan tangan untuk segera dijemput dan diselesaikan. (bersambung ke bagian 2)

“KAMI BUKAN KUMPULAN ORANG YANG KUAT, TAPI KAMI ADALAH ORANG YANG MEMPUNYAI KEMAUAN DAN SEMANGAT YANG KERAS.”
(Astacala)