Senin, 03 November 2014

Mungkin, Menjadi Pengajar Muda Merupakan Pilihan Tepat



Saya berdampingan Herdimas Anggara saat transisi Pengajar Muda

 Ini adalah tulisan rekan saya yang bernama Herdimas Anggara, Pengajar Muda 6 Indonesia Mengajar, kebetulan saya meneruskan perjuangannya di dusun Baku, Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Ini seakan mengumpulkan apa yang selama ini bertaburan di pikiran dan hati saya, tidak sama persis memang tetapi menurut saya tulisan ini sangat komprehensif, dan tidak ingin tulisan ini hilang maka saya mencoba untuk memposting tulisan itu disini.
Mungkin tulisan ini juga bisa menjadi salah satu pertimbangan tentang kenapa perlu mencoba untuk bergabung dengan Gerakan Indonesia Mengajar? Semoga bermanfaat.

Mungkin, Menjadi Pengajar Muda Merupakan Pilihan Tepat
Ketika pertama kali mendengar Indonesia Mengajar, awalnya saya skeptis, apakah mengirimkan sarjana-sarjana muda ke pelosok sebagai bentuk peningkatan mutu pendidikan di Indonesia yang kulturnya sangat beragam merupakan cara yang tepat? Namun, setelah saya telaah ulang, saya pikir Indonesia Mengajar memang tidak murni bertujuan untuk mengatasi seluruh masalah pendidikan yang ada di Indonesia. Apabila melihat gerakan ini sebagai bentuk kampanye publik untuk meningkatkan kepekaan masyarakat Indonesia tentang pentingnya pendidikan, saya rasa ini adalah cara yang tepat dan efisien. Perlahan, mereka menyadarkan bahwa masalah pendidikan adalah masalah bersama, terlepas dari berbagai latar belakang profesi.
Mungkin memang benar, bahwa Indonesia Mengajar lebih bermanfaat bagi pengajar mudanya dibandingkan murid-murid yang pengajar muda ajar. Satu tahun merupakan waktu yang singkat untuk melakukan perubahan yang drastis di lingkungan yang pengajar muda tempati. Ketika pengajar muda yang menjadi penerus tiba di tempat, mereka harus mengobservasi terlebih dahulu tentang selak-beluk penempatan. Mereka juga harus mempelajari bagaimana gaya hidup penduduk setempat layaknya sebagai sebuah kajian antropologis. Setelah sudah mulai merasa nyaman dengan segala bentuk improvisasi yang mereka lakukan, barulah mereka evaluasi aktivitas seperti apa yang cocok untuk diimplementasikan oleh penduduk setempat. Banyak sekali hal yang harus dipikirkan dan diprioritaskan secara mendalam, sehingga terkadang waktu bersama murid-murid yang telah direncanakan tidak sepenuhnya bisa pengajar muda alokasikan untuk setahun penuh.
Namun, setelah direfleksikan dalam-dalam, saya merasa mungkin tugas utama pengajar muda adalah meluangkan waktu dan meminjamkan telinga untuk mendengarkan cerita-cerita dari aktor-aktor lokal yang sudah bertahun-tahun berjuang di sana. Guru yang selalu hadir di kelas demi murid-muridnya, kepala sekolah yang rela menempuh jalanan terjal demi mengantarkan murid-muridnya untuk lomba, kepala dinas yang berusaha memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh pendahulu, dan masih banyak lagi. Cerita-cerita inilah yang pengajar muda angkat untuk meyakinkan sekaligus menemani aktor-aktor lokal tersebut bahwa mereka tidak sendirian. Mungkin, definisi dari ‘pengajar muda’ bukan untuk dicerna secara harfiah, namun peran tersebut harus dijalani agar bisa mengetahui apa makna dari ‘pengajar muda’ itu sendiri.
Selain itu, gerakan ini juga bisa dipandang sebagai wadah katalis pendewasaan. Teman-teman yang telah terjun ke dalam gerakan ini tidak lagi serta-merta memilih jalan hidup yang terbentuk karena konstruksi sosial. Hanya segelintir (atau mungkin tidak ada) yang mau mengorbankan independensi dirinya demi kenyamanan material atau gengsi pekerjaan semata. Kalaupun ada, saya yakin mereka pasti punya alasan yang baik, entah karena ingin membantu biaya adiknya untuk sekolah/kuliah atau karena mereka adalah tulang punggung keluarganya. Mereka hanya ingin, setidaknya aktivitas sekecil apapun yang mereka lakukan akan memberikan dampak yang positif kepada orang-orang di sekelilingnya.
Tidak sedikit orang yang merasa gerakan ini kurang tepat guna, entah mungkin merasa pendekatannya kurang tepat atau mungkin merasa gerakan ini adalah gerbang pemenuhan ego pribadi bagi pengajar mudanya. Secara pribadi, saya juga kurang setuju dengan apapun yang berusaha menjual cerita klise berbalut heroisme belaka, karena menurut saya cerita-cerita tersebut membuat penulis terkesan kurang tulus akan perbuatannya dan hanya dikhususkan untuk mengangkat martabat si penulis. Tapi, satu hal yang luput dari pengamatan awal saya adalah ketulusan orang-orang yang bekerja di belakang layar dalam gerakan ini. Betapa berjuangnya mereka untuk selalu berusaha mengembangkan dan meningkatkan kualitas gerakan ini, karena mereka sadar bahwa gerakan ini juga memiliki kekurangan. Setiap kritik yang datang mereka proses matang-matang—baik dari internal maupun eksternal keluarga besar Indonesia Mengajar—yang nantinya mereka olah dengan baik; karena mereka percaya, kritik adalah salah satu bentuk kepedulian. Hal kecil seperti inilah yang berpengaruh kepada pengajar mudanya. Sejak menyadari akan hal ini, saya tahu saya berada di lingkungan yang tepat. Lingkungan di mana satu sama lain saling menyadarkan tanpa ada tendensi untuk menjatuhkan. Lingkungan di mana setiap individu berusaha memperbaiki dirinya melalui caranya masing-masing tanpa takut dihakimi.
Saya mungkin tidak terlalu paham dengan kondisi pendidikan di Indonesia secara keseluruhan, tapi gerakan ini menjembatani saya untuk mendapatkan perspektif-perspektif baru tentang kondisi pendidikan di Indonesia. Sebelumnya saya tidak terlalu tahu bagaimana merepotkannya Ujian Nasional, sebelumnya saya tidak terlalu tahu bagaimana sulitnya meyakinkan golongan ekonomi lemah tentang pentingnya pendidikan, sebelumnya saya tidak terlalu tahu bagaimana mengakarnya korupsi yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan. Masalah-masalah seperti inilah yang nantinya terinternalisasi dalam diri masing-masing pengajar muda. Setidaknya, dengan bergabung dengan menjadi pengajar muda, tindakan-tindakan atau karya-karya yang akan mereka buat nantinya akan bersingunggan dengan pendidikan baik langsung maupun tidak langsung. Karena seperti yang telah dituliskan di awal, masalah pendidikan adalah masalah bersama.
Di saat mayoritas media sudah dipenuhi dengan sinisme sehingga membuat masyarakat antipati terhadap masa depan negara ini, bukankah gerakan seperti ini setidaknya memberikan secercah harapan? Saya tahu, sombong rasanya kalau mengatakan Indonesia Mengajar sebagai sumber segala inisiatif yang berkaitan dengan pendidikan, karena saya yakin, sebelum Indonesia Mengajar pun banyak orang-orang yang berjuang demi pendidikan namun tidak tersorot sama sekali oleh media. Tapi, saya harap naungan yang telah dibantu dan didengungkan oleh Indonesia Mengajar didengar oleh lebih banyak lagi orang baik di negeri ini.
Saya sadar di tulisan ini terdapat banyak sekali kata 'mungkin', namun inilah yang saya pelajari semenjak mengikuti gerakan ini. Interpretasi saya terhadap kata ‘mungkin’ adalah keraguan berlapis kepedulian, karena saya tidak tahu pasti sudut pandang seperti apa yang dimiliki oleh orang-orang di sekeliling saya. Dengan membubuhkan kata ‘mungkin’, setidaknya pembaca jadi tahu bahwa masih ada berbagai alternatif sudut pandang lain. Lagipula, menilai suatu tindakan/pernyataan sebagai 100% benar/moral atau 100% salah/amoral bukankah malah menjadi sumber dari masalah itu sendiri?
Apabila anda ingin menjadi menjadi pengajar muda, mungkin bisa diawali dengan merefleksikan pertanyaan-pertanyaan berikut: Untuk setahun ke depan, apakah anda siap menghadapi dilema moral secara beruntun? Apakah anda mau mengompromikan idealisme yang selama ini anda pegang teguh? Apakah anda mau turut andil dengan segala ketidakpastian? Jika jawabannya ya, mungkin menjadi pengajar muda adalah pilihan yang tepat.
---
Kalau ada yang salah tulis atau salah interpretasi, saya minta maaf ya. Salam.
---
Regards,
Herdimas Anggara

Tips Menulis Esai Motivasi Kompetisi, Beasiswa, dan Konferensi



Seiring dengan semakin terbukanya informasi terkait kompetisi, kegiatan kepemimpinan, konferensi pemuda baik nasional atau internasional, pendaftaran beasiswa juga semakin banyak yang ingin bergabung dengan berbagai hal tersebut. Dalam setiap tahap rekrutmen selalu menuntut pembuatan esai motivasi, berdasarkan pengalaman saat mendaftar Forum Indonesia Muda 13, International Student Week Ilmenau 2013, serta Pengajar Muda 8 Indonesia Mengajar juga materi yang pernah didapatkan, saya ingin mencoba berbagi tentang tips membuat esai motivasi, berikut tipsnya:

1.      Bangun Kepercayaan Pembaca
Dengan mencari tahu seluk-beluk profil yang diinginkan penyelenggara seperti tema sekarang serta tujuan kegiatan tersebut, lalu mencari kemiripan antara tema ini dengan diri kamu, baik itu dengan kegiatan yang pernah/sedang/akan kamu lakukan (pengalaman hidup, rencana hidup ke depan bisa masuk disini). Ini penting karena terkait dengan perwujudan visi kegiatan mereka.
Seperti saat mendaftar Indonesia Mengajar diperlukan seseorang yang memiliki kualitas kepemimpinan global dan kepahaman grass root, maka saya mencoba mencari kemiripian dengan pengalaman hidup sayadan rencana hidup kedepan.
Sumber http://sitinurjanah2093.blogdetik.com/2012/01/09/membangun-kepercayaan-terhadap-orang/



2.     Bangunlah Respek Pembaca
Membangun respek dengan cara menambahkan berbagai catatan prestasi terkait tema sekarang serta profil yang diinginkan penyelenggara. Biasanya tidak secara langsung ada kolom prestasi, tapi menambahkan prestasi di sela-sela esai.

Foto saat Lomba MIPA di Primagama Bima


3.      Otak Kanan dan Kiri
Pembaca esai kita itu ada yang memakai otak kanan dan kiri, otak kanan lebih ke analogi sedang otak kiri lebih ke data, fakta, refrensi. Jika bisa mengkombinasikan keduanya akan sangat baik.
Salah satu kecenderungan dalam menulis esai salah satunya adalah menyertakan quote tokoh hebat, tetapi berhati-hatilah jangan sampai pada akhirnya terjebak pada hal-hal yang terlalu normatif seperti melunasi janji kemerdekaan dan semacamnya, quote itu perlu disandingkan dengan pengalaman hidup yang riil.

4.      Menggunakan STAR (Situation/Task, Action, Result)
Jika diminta menceritakan pengalaman, coba pakai metode STAR, Situation/Task, Action, Result. Metode ini akan memudahkan kita untuk mengurai situasi yang kita hadapi lebih detail, tantangan/kewajiban yang sedang kita hadapi, aksi yang kita lakukan, dan hasil dari aksi kita. Dengan STAR akan semakin mendetailkan peran kita dan pembaca juga akan lebih mengerti jalan cerita.
Sumber http://www.rightattitudes.com/2008/07/15/star-technique-answer-interview-questions/

5.      Cari Refrensi
Coba baca esai bentuk yang serupa, misalkan esai daftar beasiswa,  daftar Indonesia Mengajar, atau kegiatan serupa lain yang juga membutuhkan kekuatan tulisan. Di blog saya ada esai saya saat daftar Indonesia Mengajar dan Forum Indonesia Muda, mungkin itu juga bisa menjadi salah satu refrensi.

6.      Menjawab Pertanyaan Inti
Minimalisir hal yang tidak perlu, kecenderungan kita saat membuat esai itu adalah kita selalu ingin menonjolkan diri dan mengemukakan pendapat kita tentang sesuatu, padahal esai itu berbatas jumlah katanya, jika memang dirasa tidak perlu dan tidak nyambung, alangkah lebih baiknya untuk menahan diri dengan tidak mencantumkannya di esai.

7.      Minta Pendapat
Last but not least, silahkan baca lagi esai kamu dan coba minta teman kamu atau siapapun untuk ikut baca tulisan kamu, minta pendapat mereka.
PM 8 Bima berdiskusi tentang transisi dengan PM 4 dan PM 5

 
Selain memaksimalkan usaha, jangan lupa berdo’a ya!
Sekian tips singkat  ini, semoga bermanfaat dan semoga sukses! ;)

Kamis, 24 Juli 2014

MIMPI ITU BERLABUH DI EROPA (PART 2)

Pada cerita mimpi itu berlabuh di Eropa bagian satu, saya bercerita tentang proses mendapatkan undangan untuk mewujudkan mimpi saya 2013"Go International". ini adalah bagian dua yang bercerita tentang proses selanjutnya. Selamat menikmati. :)


Perahu perjuangan itu berlanjut kepada tahap selanjutnya yaitu mempersiapkan beberapa hal untuk keberangkatan saya ke Jerman. Beberapa hari berlalu, tetapi euforia setelah pengumuman masih terasa, sebuah hal yang kurang baik jikalau terlalu lama euforia tetapi lambat dalam bergerak menyelesaikan urusan didepan. Semua daya berlanjut untuk meyusun sebuah timeline sederhana menuju Jerman di akhir Mei 2013. Hanya dalam hitungan hari, group Facebook dan Whatsapp Delegasi Indonesia untuk ISWI 2013 telah ada. Telisik demi telisik, teryata perwakilan dari IT Telkom ada dua orang, yaitu saya dan Gigih Septianto yang saat itu menjabat sebagai Mentri Pengabdian masyarakat BEM KBM IT Telkom 2012. Segeralah dijalin komunikasi untuk kolaborasi demi semakin melancarkan rencana kedepan, diskusi kecil untuk pembuatan timeline dan pembagian kerja dilakukan.
Tidak salah lagi, dengan dua orang pekerjaan semakin ringan, untuk proposal kami sepakat membagi kerja, saya membuat content dan Gigih membuat designnya. Proses pengerjaan saya lakukan, agaknya, jurus jitu pekerjaan secara paralel perlu kembali dilakukan, yang terdekat adalah pembuatan content proposal dan paspor. Sebuah hukum alam bahwa dalam kerjasama ada sebuah kendala, karena kondisi diri terutama kesibukan kita berbeda-beda, setelah content selesai ternyata Gigih sedang sibuk menyelesaikan hal lain sehingga pengerjaan sempat molor dari timeline. Tetapi alhamdulillah tidak terlalu berdampak pada proses pencarian sponsor, kalau ada rekan-rekan yang berminat dapet proposal saya bisa menghubungi saya di 085258434484. Ditengah-tengah penyelesaian proposal, saya sempatkan membuat paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Bandung dengan sistem online karena berdasar yang saya baca di internet dan hasil diskusi dirasa lebih mudah dan cepat selesai. Saat itu saya registrasi online hari ahad 17 Maret 2013 dengan menyertakan hasil scan administrasi seperti KK, KTP, dan akte kelahiran, ternyata jadwalnya sangat penuh sehingga baru dapat jadwal kosong pada Jum’at, 22 maret 2013. Sayapun datang pada jadwal registrasi, dan pada siang di hari yang sama saya segera menelesaikan proses administrasi (bayar dan membawa berkas yang sudah diupload saat registrasi online), foto, sidik jari, dan wawancara, setelah proses selesai, pegawai imigrasi menyatakan bahwa paspor saya akan selesai pada Rabu, 27 Maret 2013. “Oke, batch 1 alhamdulillah lancar dengan tidak terlalu banyak kendala” gumamku dalam hati.
Life is never flat!” kata sebuah iklan makanan ringan di televisi, sebuah kata-kata yang perlu pemaknaan mendalam atas realita kehidupan. Hidup ini tidak akan terus menerus berisi penderitaan juga tidak akan terus menerus berisi kenikmatan, semua ada masanya, kemarau tidak akan terus datang, suatu saat pasti kemarau akan berakhir dan akan turun hujan sebagai berkah atas kesabaran di panjangnya kemarau.

 Proposal telah selesai dikerjakan baik dalam content maupun design, dimulai proses pengajuan ke Bagian Kemahasiswaan. Disertai dengan beberapa proposal full colour dan surat pengantar untuk beberapa instansi, kami maju untuk mencoba bertemu dan berdiskusi. Setelah beberapa kali bertemu dan bolak-balik memperbaiki surat dan proposal seperti requirmentnya, kami merasa bahwa sikap yang diberikan oleh pihak BK bersifat dualisme dan kurang tegas, disatu sisi kami diminta ke pihak fakultas dan mengkomunikasikan ke dekan, wakil dekan 1 bidang akademik dan kemahasiswaan juga pada kepala prodi, tetapi dilain sisi katanya beliau akan mengkomunikasikan dengan pihak warek 1. Karena waktu semakin habis dan kami sudah cukup terbiasa bermain dengan birokrasi, pada akhirnya kami menempuh jalur yang kami rasa lebih cepat dan lebih simple. “Syukurlah, apa yang aku duga terjadi benar!” ungkapku dalam hati. Setelah bertemu dengan dekan untuk meminta tanda tangan di proposal dan surat pengantar dibonusi dengan sedikit diskusi  yang sayapun sudah tahu jawabannya bahwa fakultas tidak ada alokasi dana untuk kegiatan konferensi semacam ini, “Tapi tanda tangan ini sudah cukup pak, mohon doanya saja!” ungkapku kepada dekan Fakultas Elektro dan Komunikasi IT Telkom (yang sekarang jadi Universitas Telkom), Ali Muayyadi. Memang benar kata sebuah kata bijak, “Jangan hanya kerja keras, tapi juga kerja cerdas, tuntas, dan ikhlas.”

 Berbekal proposal dan surat pengantar yang telah ditandatangani oleh dekan Fakultas Elko, pada fase awal tepatnya medio April 2013 kami berbagi tugas untuk menyebar proposal kepada pihak-pihak yang kami anggap potensial, diantaranya PT. Telkom Tbk., Forum Alumni Institut Teknologi Telkom (FAST), Bank seperti BNI, Mandiri, Bank Jabar Banten, Yayasan seperti Yayasan Pendidikan Telkom, FAST Foundation, dan yayasan Aksari, Pemerintah daerah tempat kami bermukim juga tak ketinggalan untuk dicoba yaitu Pemerintah Kabupaten Bandung dan Pemerintah Kabupaten Lumajang. “Keoptimisan harus 100%”, kataku. Ketika menyebarkan proposal sponsor (inget ya! Proposal Sponsor :p), ada beberapa tips dan trik yang coba saya lakukan. Pertama, sebesar atau sekecil apapun, cobalah dari instansi terdekat kita, misalkan di kampus negeri cobalah dulu di Fakultas, rektorat, bahkan temui rektornya, kalau dikampus swasta selain rektornya temui ketua yayasan yang menaungi kampusnya. Kedua, saya selalu berusaha langsung menemui kepala bidang yang memberi keputusan bersedia membantu atau tidak, memang tidak semuanya bisa langsung ditemui seperti ini tapi biasanya kalau di resepsionis kita mengatakan akan menemui kepala bidang CDC atau bidang tertentu, jadi tujuan kita bukan hanya mengantarkan proposal (kalo ini biasanya hanya akan sampai di meja resepsionis lantai 1), tetapi menemui pak fulan atau kepala bidang tertentu dan jangan lupa untuk selalu meminta contact person agar tidak di PHP-in (Pemberi Harapan Palsu), makanya sebelum memberikan proposal perlu dipelajari dulu kebiasaan instansi tersebut agar proposal kita lebih cepat diproses J. Ketiga, rajin-rajinlah konfirmasi, karena proposal di instansi tersebut sangat banyak, sehingga dengan semakin seringnya konfirmasi maka akan memperbesar peluang diperhatikannya proposal kita. Keempat, pergunakan jaringan/channel yang dipunya, setidaknya dapat lebih cepat memberikan penjelasan memungkinkan untuk dapat bantuan atau tidak.
Penyebaran proposal di fase pertama telah dilakukan, tidak terlalu banyak kendala memang, hanya berputar-putar pada komunikasi diantara kami berdua. Proses selanjutnya adalah konfirmasi, perjuangan semakin terasa ditahap ini. Beberapa instansi menjanjikan ada yang konfirmasi dilakukan dua minggu, satu bulan, dan varian lainnya tergantung kebijakan instansi. Pertama kali dilakukan konfirmasipun tidak semuanya langsung memberikan jawaban memberikan bantuan atau tidak, lebih banyak instansi yang menggantungkan nasib pejuang dana terebut dengan kondisi yang berbeda, ada yang mengatakan bagian tersebut yang mengurusi sedang tidak ditempat, belum diputuskan (padahal yang ngasih tanggal konfirmasi juga mereka, kenapa belum diputuskan? Aneh sekali!!), cukup menyakitkan memang tapi setiap peristiwa harus memberikan pelajaran bagi kita, pada akhirnya kita mengetahui dengan sendirinya bahwa instansi kita seperti itu. Semakin sering telepon sponsor untuk konfirmasi, emosi semakin naik-turun, deg-degan ketika telepon menunggu jawaban dan setelah mendengar jawaban semakin ciut hati ini karena di fase awal ternyata belum ada proposal yang berhasil mendapatkan dana.
Waktu kurang dari sebulan, baik di grup WhatsApp atau Facebook teman-teman delegasi sudah banyak yang mendapatkan dana, ada yang sudah full ada juga yang belum, ada juga yang sedang melakukan proses visa schengen (terkenal ribet), bahkan ada yang visa sudah jadi, dan lebih akstreemnya ada yang sudah siap berangkat. Dititik itu, Kas tabungan masih Rp 0,- visa belum proses, dan waktu makin mepet. Akhirnya saya meyakini bahwa keberhasilan itu 90% ditentukan oleh emosi dan 10% fikiran. Maka demi mimpi yang bukan hanya untuk saya tapi juga untuk orang lain, saya berusaha menaikkan emosi saya dengan membaca beberapa artikel tentang perjuangan anak muda Indonesia yang sudah mengalami hal yang sama dengan saya dan mereka berjuang hingga menemui titik akhir, dan sejauh yang saya baca mereka berhasil pergi ke eropa, selain itu saya juga mendengarkan lagu-lagu yang dapat memperbesar optimisme seperti I won’t give up (Jason Mraz), Don’t Give up, I still believe (Maria Carey), When you Believe, Jangan Menyerah (D’masiv), Miracle (Cristian Bautista), Tetaplah Berdiri (Nineball), Ini Mimpiku (Claudia Sinaga), Sang Pemimpi (Gigi), dan beberapa lagu yang lain, saya mendengarkan baik dirumah maupun ketika diperjalanan motor menuju suatu tempat. Selain itu, saya juga download beberapa gambar yang menurut saya dapat memotivasi untuk terus bergerak dan menempelnya dikamar serta menjadikannya wallpaper di laptop, HP, dll. Dan tak lupa, sebagai seorang muslim dan bukan sekuler, untuk menaikkan emosi, memperbesar harapan, saya senantiasa berusaha menggantungkan semua usaha kepada Allah semata sebagai upaya perbaikan diri, upaya memperbanyak amalan seperti amalan sunah, tilawah, sedekah uang dan tenaga dengan cara membantu semakin banyak orang saya lakukan, sahabat saya mengistilahkan palugada (lw mau minta tolong apa gw ada-bisa).

Selama masih ada peluang, sekecil apapun, saya akan terus bergerak dan berusaha melakukannya. Dengan kondisi tersebut saya mulai memproses pembuatan visa schengen diawal Mei dengan cara membuat online appointment terlebih dahulu, sebelum membuat saya sempat berfikir bahwa paling tidak saya akan mendapatkan jadwal sekitar tanggal 15, ternyata salah besar, ini musim liburan banyak yang sedang apply visa untuk liburan musim panas, sehingga saya baru mendapatkan jadwal membuat visa pada 21 Mei 2013, padahal acaranya dimulai 31 Mei, saya juga belum tahu berapa lama proses pembuatannya, wew yasudah, bismillah sajalah. Sebagai sebuah tim, saya segera memberitahukan rekan tim saya, Gigih untuk segera membuat online appointment visa Schengen. Selama proses penungguan pembuatan visa, saya masih berusaha membuat proposal dan mengirimkan lagi ke instansi lain. Selain itu, saya juga berusaha tidak lupa mengerjakan Tugas Akhir yang sedikit kurang terurus karena terlalu fokus di mencari dana, karena ini juga merupakan amanah orang tua.
Waktu semakin terasa panjang, selain waktu disiang hari digunakan untuk masuk kuliah karena mengehemat jatah bolos dan mengerjakan tugas juga digunakan berjuang mencari dana, mengurus keperluan untuk visa, sedangkan waktu malam selain digunakan untuk mengerjakan tugas juga mengerjakan tugas akhir serta menyusun strategi untuk besok. H-1 tanggal membuat visa telah datang, ternyata dihari Senin masih banyak keperluan visa yang belum selesai. Bukti bookingan pesawat, fotokopi rekening orang tua, rekening koran tabungan saya, dll. Sempat khawatir begitu banyak yang perlu diurus tidak selesai dalam waktu yang sangat singkat apalagi di pagi itu saya harus kuliah terlebih dahulu dan baru benar-benar mengurus pasca itu, tapi entah kenapa hati ini tetap tenang dan optimis bahwa semuanya dapat selesai. Ba’da dhuhur, sekitar jam12 saya keluar kosan untuk mengurus beberapa hal tersebut, alhamdulillah setelah melakukan pembookingan pesawat di salah satu agen perjalanan, tetapi karena belum ada uang terpaksa saya hanya membooking tiket pesawat itu tapi belum tentu akan membelinya, saya beranjak mengurus hal kedua yaitu pencetakan rekening koran saya, beberapa rekan yang sudah selesai membuat visa mengatakan bahwa baiknya minimal di rekening ada uang minimal 15juta, saya menghubungi orang tua untuk meminjam uang sebesar itu hanya untuk mencetak rekening koran pasca itu uang akan segera dikembalikan. Orang tua mengabarkan telah mengirim uang dan sayapun bergegas ke Bank M*andiri terdekat untuk mencetak rekening koran. Saat diperjalanan, jam ditangan sudah menunjukkan pukul 14.59 WIB, padahal masih belum sampai di Bank, mengingat Bank tutup jam15.00 saya segera memacu motor lebih kencang untuk meluncur ke TKP, ditengah perjalanan tiba-tiba ban bocor dan harus mendorong sampai depan motor, tanpa banyak berfikir, saya segera mendorong motor hingga sekitar 10menit telah sampa di depan Bank. Saya sampai di depan Bank sekitar jam15.25, tanpa banyak bicara saya bergegas masuk kedalam Bank tersebut dengan harapan bahwa Bank belum tutup, saat masuk ternyata masih banyak yang mengantri dan satpam mengijinkan saya untuk mengantri. Tidak lama duduk manis mengantri di Customer Service, ada orang yang masuk dan juga mau mengantri tetapi tidak diperbolehkan oleh satpam dengan alasan Bank sudah mau tutup, Allah kembali menunjukkan campur tanganNya dalam urusan hambanya yang fakir ini.
Gerbang masuk Kedubes Jerman

Malam harinya sayapun segera pergi ke Jakarta dengan berbagai persyaratan membuat Visa, saat berada di Jakarta saya menumpang di salah satu sahabat saya Rizal Firdaus a.k.a. Rizal Tarmizie  melanjutkan aktifitas lain. Setelah sarapan saya mengunjungi. Mentari di Jakarta segera muncul, sesuai dengan jadwal yang telah saya plot di web Kantor Kedutaan Besar (kedubes) Jerman www.jakarta.diplo.de saya segera menuju kedubes yang beralamat di jalan M.H. Thamrin nomor 1 Jakarta Pusat. Ketika berada disana, dengan pengamanan yang cukup ketat, sayapun masuk dengan segala persyaratan, ketika berada di loket katanya masih ada yang kurang yaitu asuransi yang tidak tercover selama beberapa hari diluar kegiatan, saya memplot waktu 2hari setelah kegiatan untuk jalan-jalan ke beberapa kota di Jerman, dan asuransi tersebut dapat menyusul di kemudian hari. Proses pengajuan visa telah selesai, saya bergegas mencari sarapan untuk semakin menguatkan fisik saya.. Diterik panasnya mentari Jakarta, saya terus melangkahkan kaki mencari peruntungan di tengah egoisme gedung-gedung menjulang tinggi untuk menuju ke beberapa calon sponsor yang memang sudah dibidik sebelum berangkat ke Jakarta. Saya menuju ke beberapa yayasan Jerman tetapi ada yang alamatnya salah, ada pula yang bosnya sedang keluar negeri. Setelah berputar-putar, ternyata hasilnya masih saja beloum pasti karena baru mengantarkan proposal ke beberapa sponsor.
Untuk memenuhi persayaratan visa yang kurang, yaitu asuransi, saya menuju ke salah satu lembaga asuransi di Bandung dan kembali pergi ke Jakarta untuk mengantarkan itu ke kedubes Jerman. Pasca mengantar itu, saya kembali berjuang ke beberapa sponsor untuk mencari peruntungan, termasuk salah satunya memanfaatkan senior yang bekerja di perusahan di perusahaan untuk membukakan jalan mendapatkan sponsor seperti Telkom*el, X*, dan perusahaan lain.
Rabu, waktu menuju acara tinggal 3hari lagi, tapi belum dapat uang sepeserpun, ada perasaan khawatir tetapi saya sudah menyiapkan mental tentang kemungkinan semua yang akan terjadi. Melihat semua yang saya lakukan, orangtua merasa tidak sampai hati jika ternyata saya tidak sampai berangkat ke Jerman,dan akhirnya keluar dari perkataan mereka, “Kalau memang kamu sangat ingin berangkat, kami akan tanggung semua biayanya” tapi dengan tegas saya katakan kepada mereka, “Jika saya tidak mendapatkan sponsor, saya memilih untuk tidak berangkat apalagi jika harus memakai uang orang tua” Peristiwa saat itu benar-benar sangat emosional.

Sembari terus berusaha menelfon semua kontak sponsor yang saya punya, ada yang tegas mengatakan tidak bisa memberi sponsor adapula yang masih menggantungkan jawaban mereka. Saya akhirnya memutuskan untuk bertemu langsung dengan ketua Yayasan Pendidikan Telkom (YPT), bapak Jony Girsang. Sesampainya di kantor, saya menemui sekretaris pribadi beliau dan minta izin bertemu, ternyata beliau sedang rapat dan katanya setelah itupun beliau harus segera pergi ke Jakarta untuk suatu urusan, saya memilih untuk menunggu dan nekat bertemu walapun hanaya sebentar. Beberapa jam kemudian rapat selesai dan saya segera menghampiri beliau dan mengulurkan tangan sambil memperkenalkan diri dan mengutarakan maksud bertemu, itupun saya lakukan sembari berdiri karena belia terlihat tergesa-gesa ke Jakarta, dengan kerendahan hati beliau bersedia berbicara sambil menuju ke mobil. Di akhir pembicaraan, beliau memberi angin segar dengan mengatakan bahwa beliau akan memberi dana jika mendapat surat rekomendasi dari rektor IT Telkom, hal itu semacam angin segar di tengah gersangnya padang pasir, tak merubah gersangnya tapi menyejukkan dan menenangkan.
Keesokan harinya, jadwal  kuliah cukup padat dan jadwal membolos sudah tipis, terpaksa baru bisa siang mencari rektor. Di siang itu, saya menuju ke gedung rektorat dan ternyata tak ditemukan sama sekali pejabat kampus baik rektor ataupun wakil rektor. Sedikit panik dengan hal itu, saya mencoba bertanya ke sekretaris pribadi rektor dan ternyata seluruh pejabat sedang rapat untuk kegiatan kompetisi roket nasional yang diselenggarakan oleh kampus saya dan mereka juga tidak tahu kapan selesai rapatnya. Saya mencoba menunggu, tetapi kembalia da jam kuliah akhirnya saya harus menghadirkan fisik saya dikelas untuk mendengarkan kuliah walaupun sebenarnya fikiran saya sedang berusaha bertahan dan mencari solusi atas kondisi H-2 acara. Sepulang kuliah telah magrib dan seluruh staf rektorat telah pulang, itu artinya hanya tersisa 1hari, yaitu besok Jum’at untuk berjuang, karena sebenarnya acara dimulai hari Sabtu di Jerman.
Tertera bahwa Visa saya telah jadi dan bisa diambil  pada Jum’at di Jakarta, uang belum dapat sepeserpun, besok masih harus mencari surat rekomendasi dari rektor untuk diajukan ke Ketua YPT. Semua hal itu harus dilakukan dalam 24jam kedepan, jika masih berharap untuk menginjakkan kaki di tanah Jerman 2013 ini. Dengan kondisi tertekan seperti itu, saya berusaha tenang dan mencari solusi. Akhirnya, saya memutuskan untuk malam harinya ke Jakarta untuk memberikan surat kuasa kepada rekan saya, Rizal untuk meminta tolong mengambilkan paspor yang didalamnya visa saya telah jadi. Tepat pada jam9 saya pergi ke Jakarta dan telah sampai pada jam00.30 Jum’at dinihari, setelah bertemu dengan Rizal saya segera menuju ke tempat pemberhentian bus untuk menunggu bus guna langsung kembali ke Bandung melancarkan misi berikutnya.
Cerahnya mentari di hari Jum’at menyambutku saat baru saja sampai di Bandung saya segera pergi ke rektorat untuk bertemu rektor atau pejabat lainnya, ternyata seluruh pejabat tidak ada, rektor telah berangkat ke Belanda untuk sebuah urusan sedangkan rektor pelaksana harian, wakil rektor 1 sedang berada di pelosok Garut untuk melakukan pengecekan sebelum kegiatan kompetisi roket nasional. Saya ke kantor YPT memberitahukan kondisinya dan pihak YPT masih keukeuh bahwa harus ada surat rekomendasi tersebut karena tidak mau loncat kebijakan khawatir terjadi perselisihan antar lembaga. Saya mencoba menghubungi wakil rektor 1 dengan mengirimkan pesan untuk bertanya posisi dan maksud saya ingin bertemu untuk meminta tanda tangan surat rekomendasi, lama sekali tidak dibalas, ditelfon juga tidak diangkat. Saya sangat bingung dengan kondisi tersebut, bingung untuk menghubungi siapa lagi, dalam kebingungan itu saya masih terus berusaha yakin dan optimis bahwa Allah akan menolong hambanya.
Adzan Jum’at berkumandang, dengan badan sedikit lemas karena kurang tidur dan tertekan dengan kondisi saya melangkahkan kaki ke masjid untuk melaksanakan sholat dan meminta untuk dikuatkan dan diberikan solusi atas permasalahan yang sedang dihubungi.
Selesai sholat Jum’at entah kenapa saya ingin pergi ke kantor YPT tanpa tujuan yang jelas, dengan badan yang masih juga lemas saya menaiki motor dan menuju kantor YPT. Ditengah perjalanan tiba-tiba Bu Retno, manager kemahasiswaan menelfon saya, dengan nada semangat saya mengangkatnya, ternyata beliau menanyakan perihal surat rekomendasi itu, saya mengutarakan tentang surat itu dan mengatakan bantuan yang saya harapkan. Bu Retno masih sedikit bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi, tiba-tiba telfon mati. Tidak lama berselang wakil rektor 1 menelfon saya dan menanyakan hal yang sama, dengan sedikit gugup menata kata-kata agar udah dimengerti saya mengutarakan maksud surat rekomendasi dan harapan yang saya harapkan dari wakil rektor 1. Setelah menangkap maksudnya, beliau memberikan petunjuk, bahwa saya diminta untuk menemui wakil rektor 3 untuk mewakilkan tanda tangan atas nama rektor di surat rekomendasi tersebut, mendengar pernyataan tersebut sendi-sendi badan yang awalnya lemas terasa dikuatkan dan saya langsung melakukan sujud syukur seakan tak percaya tentang hal yang sedang terjadi.
Surat Rekomendasi dari Rektor

Dengan mata berbinar-binar karena semangat dan ingin semuanya sepat diselesaikan, saya bergegas kembali ke kampus, print surat rekomendasi tersebut dan segera menemui wakil rektor 3 untuk meminta tanda tangan. Surat rekomendasi telah jadi, segeralah surat itu saya bawa ke ketua YPT. Setelah mengobrol dan mengecek harga tiket ke Jerman, akhirnya sesuai janjinya beliau bersedia memberikan bantuan dana untuk tiket pesawat. Yeay!! ;)
Sepulang dari kantor YPT, saya segera pergi ke Trans Studio Mall (TSM) untuk pergi membeli tiket pesawat ke Jerman di Vayatour. Tak lama kemudian, saya mendapatkan bookingan tiket maskapai Qatar Qirways dengan jurusan Frankfurt yang akan berangkat besok, iya besok, pada Sabtu malam jam23.30 WIB.
Tiket dan paspor


Yeay!! Alhamdulilah.... Semua seakan mimpi yang terjadi begitu cepat. Keesokan harinya saya terbang ke Jerman alhamdulillah dengan selamat, perjuangan selama beberapa bulan terbayar sudah.
Ketika pada akhirnya kita bekerja dengan sungguh-sungguh, tanpa henti, dan sabar untuk sebuah tujuan, sesungguhnya kerja-kerja itu akan berbuah menjadi keajaiban yang akan kita nikmati cepat atau lebih cepat. ;)
Dan, sayapun meyakini bahwa sampainya saya di eropa pada 2013 itu bukan karena usaha beberapa bulan saja, tetapi usaha bertahun-tahun ke belakang tentang mimpi yang terwujud sedikit demi sedikit, hingga akhirnya berakumulasi menjadi sebuah mimpi Go International 2013.
Maka, berbanggalah dengan setiap kemajuan dalam diri kita.

“Jika kita mempunyai keinginan yang kuat dari dalam hati,
maka seluruh alam semesta akan bahu-membahu mewujudkannya.”
(Ir. Soekarno)

“Anak-anak yang melihat dunia, akan terbuka matanya dan memakai nuraninya
saat memimpin bangsa dimasa depan.”
-Prof. Rhenald Kasali-

Bagi rekan-rekan yang ingin meminta contoh proposal, essay, ataupun berkas contoh terkait cerita ini, silahkan hubungi saya di @catur_ms atau mcatursaifudin@gmail.com
Semoga bermanfaat. :)