Senin, 10 January 2011 00:00
Masih terngiang-ngiang kiranya pekikan dukungan jutaan rakyat Indonesia terhadap Tim Nasional (Timnas) Sepakbola Indonesia yang bertanding pada Piala AFF Suzuki 2010, baik langsung di Stadion Bung Karno, Stadion Bukit Jalil Malaysia atau pun pendukung yang menonton melalui televisi dan layar lebar. Kendati kalah agregat dari Malaysia dan hanya bertengger pada juara kedua AFF 2010, namun rakyat Indonesia tetap bangga dengan penampilan Firman Utina Cs.
Penggila sepakbola di tanah air tampaknya juga sudah dewasa. Kendati pasukan Garuda kalah agregat dari Malaysia, namun pendukung Timnas Indonesia tidak marah, tidak bikin onar atau pun kekacauan seperti yang sering terjadi dalam pertandingan antar klub di berbagai liga di tanah air. Tak jarang ricuh pada pertandingan sepakbola membawa korban, baik pada pemain, penonton bahkan wasit sekalipun. Stadion pun sering dirusak, baik oleh suporter tamu atau pun oleh suporter tuan rumah.
Dukungan luar biasa yang ditunjukan oleh jutaaan rakyat Indonesia terhadap Timnas Indonesia adalah menjadi modal besar bagi masa depan persepakbolaan di tanah air ke depan. Karena untuk memajukan sepakbola tidak hanya butuh pemain hebat, tetapi juga butuh pendukung yang solid dan setia. Suporter yang juga disebut sebagai pemain ke-12 sangat besar pengaruhnya terhadap mental para pemain, baik pada laga kandang, apalagi tandang.
Tetapi beberapa hari setelah Piala AFF 2010 usai, muncul kabar tidak enak yang dihembuskan oleh orang-orang yang mengurus pesepakbolaan di tanah air. Dalam hal ini adalah konflik antara jajaran pengurus Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (SPSI) dengan panitia Liga Primier Indonesia (LPI).
PSSI menganggap kejuaraan yang digelar LPI adalah ilegal. Bahkan sejumlah klub yang ikut bertading pada LPI dicoret dari PSSI. Para pemain LPI yang tergabung dalam Timnas seperti Irfan Bachdim, Yongki Ariwibowo, Oktovianus dan sejumlah pemain lainnya pun sempat diancam tidak boleh bergabung di Timnas, kalau mereka tetap bermain di klub yang ikut dalam kompetisi LPI. Syukur, kebijakan itu lekas berubah dan para pemain Timnas berbakat itu batal dicoret dari skuad merah putih.
Sampai dengan ajang kompetisi LPI dibuka di Solo, Sabtu (8/1) sore persoalan antara SPSI dan jajaran LPI belum juga tuntas. SPSI masih saja memandang keberbadaan LPI sebagai ajang kompetisi ilegal di Indonesia. Padahal di sisi lain, Menteri Negara Olahraga Andi Malarangeng dan sejumlah petinggi di negeri ini mendukung kompetisi LPI. Dan yang terpenting rakyat Indonesia juga menyambut hangat kompetisi profesional tersebut. Bahkan banyak pihak menganggap LPI merupakan liga terbaik di tanah air. Penggagas Liga ini adalah pengusaha kelas kakap Arifin Paniogoro.
Kita yakin semua pihak pasti sepakat untuk terus mendorong sepakbola di tanah air untuk lebih maju lagi. Bahkan semua kita menginginkan Timnas Indonesia kelak menjadi salah satu tim yang bertanding di putaran final Piala Dunia. Namun perseteruan antara PSSI dan LPI tentu tidak sejalan dengan semangat tersebut. Karena itu, perlu kiranya untuk mendudukan persoalan antara PSSI dan LPI. PSSI kita yakin masih berniat baik untuk memajukan sepakbola Indonesia, begitu juga dengan LPI.
Jika konflik PSSI dan LPI bisa diselesaikan dengan baik, maka ini akan menjadi modal besar guna memajukan sepakbola Indonesia. Karena para pemain butuh banyak laga. Dan tentu saja laga pada liga yang sehat dan profesional akan jauh lebih baik. Semoga seteru PSSI dan LPI ini tidak dirasuki oleh konflik politik. Kiranya para pengurus olahraga di tanah air perlu lebih dewasa sehingga dapat memisahkan agenda sportifitas olahraga sepakbola dengan agenda politik mereka masing-masing.
Jangan seret PSSI ke dalam kepentingan parpol tertentu. Jangan berlama-lama menyelesaikan masalah ini. Jangan tunggu para pecinta sepakbola tanah air marah besar terhadap jajaran pengurus PSSI. **
sumber: http://haluankepri.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7346:seteru-pssi-dan-lpi&catid=34:tajuk&Itemid=67
Tidak ada komentar:
Posting Komentar