Kamis, 04 November 2010

Aktivis Dakwah dan Retorika Umat?

Aktivis dakwah, generasi solutif atas berbagai retorika umat kekinian.
Topik: Apakah Kita Aktifis?
Bismillah....
Islam adalah agama kedamaian yang memang mengajarkan kedamaian, tidak hanya itu, Islam adalah menjadi solusi atas segala permasalahan di dunia ini. Tapi kita, masyarakat muslim khususnya di Indonesia dirasa masih belum menunjukkan ciri-ciri bahwa kita adalah solusi atas permasalahan-permasalahan yang muncul di kehidupan masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah masalah pemahaman tentang Islam masih belum bagus, ini tidak terlepas juga disebabkan oleh masyarakat yang diserang dari segala sisi oleh kumpulan orang-orang yang membenci Islam atau bahkan malah menyerang umat Islam, dan serangan-serangan itu sangat lembut dan terkesan lembut sehingga kita menadi tidak terasa dalam menenerima serangan tersebut seperti lewat makanan, film, iklan, media massa,dan itu menjadi sebuah ghazwul fikri atau perang pemikiran. Bagaimana tidak? Karena serangan-serangan tersebut berdampak pada pemahaman Islam, akidah, akhlak dan banyak hal lain. Bahkan, muncul di masyarakat atau mungkin di lingkungan keluarga kita itu orang yang mempelajari Islam dengan rutin malah dibilang teroris mungkin cuma karena tidak bersalaman(bersentuhan) dengan yang bukan mahram, padahal hal itu memang sudah menjadi kewajiban kita sebagai muslim. Sehingga apakah kita akan bermusuhan dengan orang Islam dan kita malah bergandengan erat dengan orang-orang kafir yang jelas-jelas telah menyerang kita, mengkerdilkan kita, dan berusaha menghancurkan peradaban Islam yang penuh rahmat Allah ini? Tentu saja, jawabannya tidak! Teringat kata-kata Ustadz Rahmat Abdullah, bahwa seperti monyet yang diserang dengan angin kencang, si monyet berpegangan sangat erat, sehingga tidak jatuh, tapi ketika si monyet terkena angin sepoi-sepoi malah jatuh. Itulah gambaran manusia yang terkena cobaan dengan hal-hal yang terkesan condong ke hedon/kesenangan dunia saja.
Ibarat sebuah kata-kata entah apa itu namanya bisa pepatah atau yang lain, bahwa dimana Allah menurunkan sebuah penyakit disaat itu juga Alah menurunkan obatnya. Seperti jaman kaum Nabi Musa as dengan kondisi masyarakat dan umat yang seperti it diturunkanlah obatnya berupa ajaran dari Allah yang diturunkan lewat Nabi Musa as. Sama halnya dengan jaman jahiliyah, sebelum ada Nabi Muhamad SAW dengan jaman ketika beliau sudah ada. Dimana beliau membawa risalah dari Allah azza wa jalla yang diturunkan secara berkala dan keteladanan yang ada pada diri Rasulullah SWT semuanya menjadi obat atas segala penyakit yag muncul di dunia ini, baik penyakit yang muncul di diri, masyarakat, di dunia pemerintahan, yang selaras dengan Islam yang menjadi rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam. Dan akan terus ada orang-orang yang senantiasa menjalankan dan memperjuangkan risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Yang senantiasa berjuang dengan hanya mengharap ridho Allah. Yang senantiasa berjuang agar menjadi generasi-generasi solutif atas masalah umat. Karena tidak ada yang patut menjadi tujuan hidup selain ridho Allah azza wa jalla.
Banyak orang yang tersadar dengan berbagai permasalahan umat dan akhirnya mereka bergerak. Dan saat ini banyak yang mengatakan bahwa mereka adalah generasi solutif atas masalah yang terjadi, mungkin masalah masyarakat merek berjuang agar masyarakat menjadi sehahtera sehingga muncul sebutan bahwa mereka adalah aktivis masyarakat, tokoh masyarakat. Ada juga yang melihat sebuah permasalah di bidang lingkungan dan akhirnya mereka bergerak untuk memperbaiki bidang lingkungan agar mencapai suasana yang nyaman dan menimalisir terjadinya bencana sehingga muncul sebutan bahwa mereka adalah aktivis lingkungan, dan masih banyak sebutan aktivis-aktivis lain untuk orang yang berjuang di bidang tertentu, dimana sebutan itu muncul karena tindakan mereka, perjuangan mereka untuk menegakkan yang hak dan melawan hal yang bersifat bathil. Begitu banyak perjuangan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, tapi manakah yang benar-benar sesuai dengan hakikat kita sebagai muslim yang kita ikrarkan ketika kita mengucap syahadat? Dialah pejuang-pejuang Islam yang senantiasa berjuang menegakkan syariat, Aktivis Dakwah, tidak bosan-bosan saya mengatkan bahwa dia berjuang, hanya mengharap ridho Allah. Jadi segala aktifitas kita adalah dakwah, segala hal yang kita lakukan harus berorientasi dakwah, aktifitas di bidang lingkungan, masyarakat, politik pemerintahan,dan aktifitas lain dimana aktifitas itu untuk melakukan perbaikan umat baik dari aqidah, akhlak, dan sistem yang sesuai syariat Islam. Tapi sebelum melakukan perbaikan pada orang lain, tentu saja dimulai dari perubahan pada diri kita sendri, daripada nanti malah kena “kaburo maktan ‘indawAllahi....(Q.S. Ash-shaff; 3).”
Lalu, siapakah aktivis dakwah itu? Yang katanya berjuang hanya mengharap ridho Allah untuk peradaban Islam, apakah dia(semua orang) yang ikut tarbiyah? Atau dia yang ikut menjadi bagian dari LSM atau keluarga besar gerakan Ikhwanul Muslimin (agaknya kata ini lebih tepat)? Seperti sudah diungkapkan di atas bahwa segala aktifitas kita adalah dakwah, maka sekarang muncullah begitu banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik di bidang masyarakat, lingkungan, bencana, ekonomi, politik seperti Rumah Zakat, PKPU, Dompet Dhuafa, Satu Untuk Jabar, Aksi Cepat Tanggap(ACT), KOMPPI dan masih banyak lainnya. Bagi saya, seorang aktivis dakwah adalah dia yang mau memperjuangkan agama ini dengan sekuat tenaga, dengan ikhlas, tiada sekutu selain Allah. Dia yang akan terlebih dahulu memperbaiki diri lalu memperbaiki orang lain, bukan dengn menghancurkan dan mengganti yang baru tetapi memperbaiki yang sedang rusak. Ibarat komputer rusak, apakah kita akan membuang komputer tersebut dan mengganti komputer tersebut dengan yang baru? Tentu saja tidak, kita malah akan memperbaiki komputer tersebut dengan melihat segi prioritas, komputer mana yang lebih cepat untuk diperbaiki itulah yang akan kita perbaiki terlebih dahulu lalu disusul dengan komputer yang lain. Dialah aktivis dakwah sejati.
Bagi saya ada hal utama yang harus ada di dalam diri para aktivis dakwah, adalah memiliki kekuatan azam kuat untuk berubah dan berjuang. Begitu banyak orang yang berjuang demi negara, lingkungan, demi masyarakat dengan segala kekuatan fisik dan harta bahkan mereka siap berjaga malam tidak tidur (banyaknya ketika bencana alam) untuk berjuang. Itu baru memperjuangkan sebagian hal yang ada dalam perjangan Islam, apalagi kita yang berjuang untuk memperjuangkan agama ini? Maka perjuangan kita harus lebih dari itu semua. Dalam perjuangan itu dituntut keistiqomahan, keikhlasan, dan militansi yang kuat. Karena tanpa hal itu, mungkin kita hanya menjadi kader taklimatan atau aktivis taklimatan, yang berjalan hanya ketika ada taklimat dari murabbi, kalau bukan taklimat tidak mau bergerak, wah kalo udah kayak gini kan berabe, khawatir malah kurang ikhlas, padahal ketika kita sudah berazam kuat maka di depan akan kelihatan ternyata banyak jalan untuk mewujudkan hal itu bahkan mungkin jalan yang orang mengatakan tidak mungkin bisa saja jadi mungkin. Dengan kekuatan azam dan militansi kuat, maka siapapun akan siap dan semakin dan bahkan terus mantab dalam mengarungi jalan samudera dakwah ini, sebuah jalan yang hanya sedikit orangnya, yang penuh dengan tantangan, rintangan, cobaan, fitnah, dan cacian. Seperti yang bisa kita lihat di medan dakwah terdekat kita, kampus, muncul begitu banyak fitnah, cacian, dan hal negatif lain, mulai dari pemilu raya yang pihak-pihak tertentu memfitnah dengan mengatakan bahwa kampus ini hanya dikuasai oleh aktifis masjid, jadi semuanya dikendalikan terserah mereka dan malah tidak mengayomi golongan lain, atau mungkin yang mengatakan bahwa mentoring adalah prosesn perekrutan kader salah satu partai politik, dan banyak fitnah-fitnah yang lain. Bila kita tidak punya azzam yang kuat, maka bisa saja kita tertekan dan akhirnya menyerah dengan keadaan yang ada, padahal amanah dan hal yang harus kita lakukan lebih banyak dan lebih besar daripada hanya memikirkan fitnah-fitnah yang belum tentu kebenarannya itu, bukannya kita lebih baik memikirkan dan melakukan hal yang memang harus kita lakukan dan cukup menjadikan fitnah itu sebagai instrospeksi diri tanpa terlalu menanggapi fitnah itu.

Oleh:
Muhammad Catur Saifudin
Institut Teknologi Telkom
Bandung, 4 November 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar