Kamis, 22 April 2010

Negeri, Kita, dan Masyarakat

Sudah lebih dari 64 tahun Indonesia merdeka, negeri ini telah mengalami perjalanan panjang, sebuah perjalanan penuh cuka cita perjuangan. Diawali dengan Orde Lama (1945-1966) yang dipimpin oleh Soekarno, digantikan oleh Soeharto dengan rezim Orde Barunya (1966-1998), kemudian Soeharto ditumbangkan oleh keberanian dan keprihatinan para Pemuda 1998 pada kondisi negeri, setelah tumbangnya orde baru, lalu digantikan oleh era reformasi hingga saat ini. Begitu banyak lika-liku perjalanan bangsa ini sejak dideklarasikan kemerdekaan hingga saat ini, ada zaman ketika kita disebut sebagai Macan Asia, hingga ada saat kita mendapat peringkat ketiga dalam hal korupsi.
Semakin tua usia negeri ini, ternyata kasus dan permasalahan yang menimpa negeri ini juga semakin kompleks. Dilansir dari buku “Mengubah Dunia Kekuatan Gagasan Baru Wirausahawan Sosial”, saat ini kita sering melihat baik di lacar kaca ataupun di media informasi lainnya, bahwa di Bandar Udara Soekarno-Hatta, puluhan ribu tenaga kerja Indonesia (TKI) antre berdatangan dari luar negeri dalam keadaan menderita. Banyak dari mereka yang membawa badan terluka akibat siksaan majikan saat bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Data 2002 yang dihimpun Konsorsium Pembela Buruh Migran Indonesia (KOPBUMI) menunjukkan, beragam penederitaan telah dialami TKI, dari penelantaran (2.478), penipuan (1.685), penyekapan (470), pelecehan seksual (31), pemerkosaan (27), dan bahkan kematian (177). Data Departemen Tenaga Kerja dan Transmirgasi (DEPNAKERTRANS) Januari hingga September 2003 juga menunjukkan hal serupa, sebanyak 27.208 TKI (12,14%) yang kembali melalui terminal 3 Bandar Udara Soekarno-Hatta, mengadu mendapat peralakuan tidak semestinya, dari pemukulan, penyiksaan dengan disiram air panas, cairan kimia atau sejenisnya, penipuan, dan kerja tanpa digaji.
Tahun demi tahun berjalan begitu cepat banyak sekali bencana alam yang terjadi di negara zamrud khatulistiwa ini. Mengutip dari WALHI dalam sebuah berita di ANTARA NEWS, disebutkan bahwa pada tahun 2007 jumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia mencapai 205 kali, dan kemudian pada tahun 2008 mengalami kenaikan bencana alam yang signifikan yaitu 359 kali. Melihat kondisi bencana alam yang semakin intens pada saat ini, seharusnya menjadi sebuah teguran besar bagi negara yang berada di wilayah equator ini untuk kemudian mulai menyadari pengelolaan SDA yang ada. Teguran demi teguran besar terjadi di negara ini, mulai dari tragedi tsunami Aceh Desember 2004 silam yang menewaskan 127.672 nyawa dan meluluhlantakkan daerah pemukiman penduduk dan sebagian besar daratan negeri serambi Mekah tersebut. Hingga terjadinya persitiwa banjir yang tak kunjung reda di wilayah Bandung Selatan, tepatnya di wilayah yang sangat dekat dengan kampus kita, Dayeuhkolot dan Baleendah.
Berbicara tentang budaya, negara Indonesia adalah negara kaya budaya yang tersebar dari sabang sampai merauke, apabila terus direnungi sebenarnya itu adalah salah satu potensi besar negeri ini, bila kita dapat memanfaatkannya dengan baik. Apabila budaya kita dapat terolah dengan profesional, mulai promosi, sarana, prasarana, dan beberapa hal lain, tentu saja tempat-tempat tersebut dapat menambah penghasilan tersendiri khususnya untuk penduduk setempat. Tapi sayang semuanya belum bisa berjalan dengan baik sehingga masih banyak budaya yang belum terekspose, dan konsekuensi yang harus kita terima adalah, saat ini budaya itu lambat laun terlindas dengan budaya negara lain. Karena sebenarnya membuka wawasan ke negara lain itu penting agar kita menjadi manusia kyang kaya wawasan dan tidak menutup diri, tetapi bukan berarti itu semua menjadikan kita lupa dengan budaya kita. Dulu ketika kita kecil kita sering bermain permainan daerah, mungkin kalau di Jawa ada yang namanya gobak sodor, jemblong senget, lesbong lengyu, dan lain-lain, tapi sekarang permainan itu sangan jarang dimainkan karena terlindas oleh permainan lain. Masih sangat lekat pada ingatan kita tentang permasalahan klaim budaya, mulai tari pendet, batik, dan reog. Mungkin hal itu bisa menjadi sebuah peringatan pada kita agar senantiasa mewarisi budaya kita sendiri, karena kalau bukan kita, orang Indonesia yang mewarisi budaya, lalu siapa lagi?
Ketika berbicara hukum dan keamanan, bisa dikatakan bahwa saat ini sudah hampir tidak ada yang namanya kepastian hukum, karena hukum bisa dibeli orang-orang berduit dan dari sini muncul para people power. Dan golongan itu adalah golongan para orang kebal hukum. Sehingga saat ini banak muncul di masyarakat, maling ayam ditangkap, dipukuli, dan dipenjara, tapi para koruptor(people power) masih bisa berkeliaran bebas bahkan pergi ke luar negeri. Yang parah lagi, saat ini kita merasa bingung ketika mengalami kehilangan barang atau mengalami masalah hukum, kita melapor dan tidak melapor pada pihak berwajib seakan sama saja, karena ketika kita melapor ternyata tidak ada tindakan lanjutan. Badan Anti Korupsinyapun dikerdili demi kepentingan golongan semata. Masih sangat hangat tentang kasus tarik ulur Bibit-Chandra, kasus bentrokan di Tanjung Priok, kasus pajak yang melibatkan anggota Ditjen Pajak, Gayus Tambunan.
Ironinya kondisi ini terus menggerogoti bangsa ini bahkan bisa dibilang tumbuh cukup subur, tentu saja kita tidak ingin melihat kondisi ini terus-menerus terjadi, dibutuhkan tindakan estra untuk mengatasi permasalahan negeri yang semakin kompleks ini. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, yang pertama bisa dengan melakukan reformasi birokrasi di berbagai lembaga, khususnya lembaga pemerintah, sehingga dari hal tersebut bisa memunculkan pemimpinan yang jujur dan senantiasa mengabdi untuk kepentingan rakyat bukan atas kepentingan golongan belaka. Tentu saja hal itu bisa menjadi titik erang di awal yang nantinya diharapkan bisa membawa perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik. Tapi ternyata, untuk melakukan proses reformasi birokrasi itu sendiri adalah sebuah hal yang cukup sulit bahkan ada sebuah perkataan cukup ekstrim yang mengatakan bahwa proses reformasi birokrasi itu adalah langkah yang tidak mungkin apabila semua golongan tidak sepenuhnya sadar bahwa mereka membentuk golongan untuk memajukan Indonesia bukan memajukan golongannya belaka, ya walaupun pendapat ini tidak sepenuhnya benar, tapi itulah salah satu pendapat yang diungkapkan oleh suara rakyat karena berdasar emosi dan pengamatannya selama ini melihat perdebatan antar golongan yang didalamnya banyak membahas permasalahan yang kurang substansial yang intinya hanya menjatuhkan antar golongan. Tapi sekali lagi ditekankan bahwa langkah ini bukan berarti tidak mungkin untuk diwujudkan.
Apabila tadi yang pertama melakukan perubahan melalui reformasi birokrasi yang merupakan sebuah pergerakan atas ke bawah (pemerintah ke rakyat), kalau yang kedua dilakukan dengan cara sebuah gerakan bawah ke atas (bottom up), yang gerakan ini dilakukan di level masyarakat. Tujuan gerakan ini adalah berusaha untuk menjadi fasilitator dalam pemberdayakan masyarakat berdasarkan potensi yang dimiliki oleh masyarakat, di dalam pemberdayaan tersebut kita berusaha mendorong masyarakat untuk memiliki akses yang lebih luas baik dalam menentukan persoalan sampai dengan merumuskan inisiatif tindakan penyelesaiannya dan nantinya diharapkan menjadi sebuah masyarakat mandiri, yang dari satu masyarakat menular ke masyarakat lain dan nantinya akan menjadi Indonesia mandiri, hematnya dari membuat satu komunitas masyarakat mandiri itu bisa semakin mempercepat pembangan bangsa. Banyak sebutan untuk orang yang melakukan perubahan melalui bidang sosial ini, ada yang menyebut wirausahawan sosial, pejuang sosial, dan lain-lain. Gerakan ini dirasa cukup efektif, karena sasaran dari gerakan ini adalah masyarakat secara langsung, ini cocok dengan teori sumber daya manusia yang mengatakan bahwa peningkatan mutu SDM akan menjadi kunci utama dalam pembangunan bangsa, jadi banyaknya penduduk bukanlah menjadi beban suatu bangsa, bila mutunya tinggi, untuk itu pembangunan hakekat manusiawi hendaknya menjadi arah pembangunan dan arah perbaikan mutu sumber daya manusia akan menumbuhkan insiatif dan kewiraswastaan, (Muhadjir 1987:22). Para wirausahawan sosial harus banyak terlahir, karena apabila semakin banyak orang yang peduli dengan pemberdayaan masyarakat maka insyaAllah Indonesia akan semakin cepat menjadi negara yang mandiri. Banyak macamnya dari wirausahawan sosial ini, apabila kita di bidang teknologi, kita setidaknya menghasilkan sebuah teknologi yang berguna untu masyarakat, bila kita berada di pertanian bagaimana caranya kita meningkatkan pertanian negeri untuk kesejahteraan masyarakat yang nantinya akan menjadi sebuah akselerator pembangunan nasional.
Mari terus bergerak untuk Indonesia lebih baik!
...Terima kasih...

Menteri Pengabdian Masyarakat
BEM KBM IT TELKOM 2010
*mohon maaf bila ada kesalahan, terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar