Senin, 03 November 2014

Mungkin, Menjadi Pengajar Muda Merupakan Pilihan Tepat



Saya berdampingan Herdimas Anggara saat transisi Pengajar Muda

 Ini adalah tulisan rekan saya yang bernama Herdimas Anggara, Pengajar Muda 6 Indonesia Mengajar, kebetulan saya meneruskan perjuangannya di dusun Baku, Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Ini seakan mengumpulkan apa yang selama ini bertaburan di pikiran dan hati saya, tidak sama persis memang tetapi menurut saya tulisan ini sangat komprehensif, dan tidak ingin tulisan ini hilang maka saya mencoba untuk memposting tulisan itu disini.
Mungkin tulisan ini juga bisa menjadi salah satu pertimbangan tentang kenapa perlu mencoba untuk bergabung dengan Gerakan Indonesia Mengajar? Semoga bermanfaat.

Mungkin, Menjadi Pengajar Muda Merupakan Pilihan Tepat
Ketika pertama kali mendengar Indonesia Mengajar, awalnya saya skeptis, apakah mengirimkan sarjana-sarjana muda ke pelosok sebagai bentuk peningkatan mutu pendidikan di Indonesia yang kulturnya sangat beragam merupakan cara yang tepat? Namun, setelah saya telaah ulang, saya pikir Indonesia Mengajar memang tidak murni bertujuan untuk mengatasi seluruh masalah pendidikan yang ada di Indonesia. Apabila melihat gerakan ini sebagai bentuk kampanye publik untuk meningkatkan kepekaan masyarakat Indonesia tentang pentingnya pendidikan, saya rasa ini adalah cara yang tepat dan efisien. Perlahan, mereka menyadarkan bahwa masalah pendidikan adalah masalah bersama, terlepas dari berbagai latar belakang profesi.
Mungkin memang benar, bahwa Indonesia Mengajar lebih bermanfaat bagi pengajar mudanya dibandingkan murid-murid yang pengajar muda ajar. Satu tahun merupakan waktu yang singkat untuk melakukan perubahan yang drastis di lingkungan yang pengajar muda tempati. Ketika pengajar muda yang menjadi penerus tiba di tempat, mereka harus mengobservasi terlebih dahulu tentang selak-beluk penempatan. Mereka juga harus mempelajari bagaimana gaya hidup penduduk setempat layaknya sebagai sebuah kajian antropologis. Setelah sudah mulai merasa nyaman dengan segala bentuk improvisasi yang mereka lakukan, barulah mereka evaluasi aktivitas seperti apa yang cocok untuk diimplementasikan oleh penduduk setempat. Banyak sekali hal yang harus dipikirkan dan diprioritaskan secara mendalam, sehingga terkadang waktu bersama murid-murid yang telah direncanakan tidak sepenuhnya bisa pengajar muda alokasikan untuk setahun penuh.
Namun, setelah direfleksikan dalam-dalam, saya merasa mungkin tugas utama pengajar muda adalah meluangkan waktu dan meminjamkan telinga untuk mendengarkan cerita-cerita dari aktor-aktor lokal yang sudah bertahun-tahun berjuang di sana. Guru yang selalu hadir di kelas demi murid-muridnya, kepala sekolah yang rela menempuh jalanan terjal demi mengantarkan murid-muridnya untuk lomba, kepala dinas yang berusaha memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh pendahulu, dan masih banyak lagi. Cerita-cerita inilah yang pengajar muda angkat untuk meyakinkan sekaligus menemani aktor-aktor lokal tersebut bahwa mereka tidak sendirian. Mungkin, definisi dari ‘pengajar muda’ bukan untuk dicerna secara harfiah, namun peran tersebut harus dijalani agar bisa mengetahui apa makna dari ‘pengajar muda’ itu sendiri.
Selain itu, gerakan ini juga bisa dipandang sebagai wadah katalis pendewasaan. Teman-teman yang telah terjun ke dalam gerakan ini tidak lagi serta-merta memilih jalan hidup yang terbentuk karena konstruksi sosial. Hanya segelintir (atau mungkin tidak ada) yang mau mengorbankan independensi dirinya demi kenyamanan material atau gengsi pekerjaan semata. Kalaupun ada, saya yakin mereka pasti punya alasan yang baik, entah karena ingin membantu biaya adiknya untuk sekolah/kuliah atau karena mereka adalah tulang punggung keluarganya. Mereka hanya ingin, setidaknya aktivitas sekecil apapun yang mereka lakukan akan memberikan dampak yang positif kepada orang-orang di sekelilingnya.
Tidak sedikit orang yang merasa gerakan ini kurang tepat guna, entah mungkin merasa pendekatannya kurang tepat atau mungkin merasa gerakan ini adalah gerbang pemenuhan ego pribadi bagi pengajar mudanya. Secara pribadi, saya juga kurang setuju dengan apapun yang berusaha menjual cerita klise berbalut heroisme belaka, karena menurut saya cerita-cerita tersebut membuat penulis terkesan kurang tulus akan perbuatannya dan hanya dikhususkan untuk mengangkat martabat si penulis. Tapi, satu hal yang luput dari pengamatan awal saya adalah ketulusan orang-orang yang bekerja di belakang layar dalam gerakan ini. Betapa berjuangnya mereka untuk selalu berusaha mengembangkan dan meningkatkan kualitas gerakan ini, karena mereka sadar bahwa gerakan ini juga memiliki kekurangan. Setiap kritik yang datang mereka proses matang-matang—baik dari internal maupun eksternal keluarga besar Indonesia Mengajar—yang nantinya mereka olah dengan baik; karena mereka percaya, kritik adalah salah satu bentuk kepedulian. Hal kecil seperti inilah yang berpengaruh kepada pengajar mudanya. Sejak menyadari akan hal ini, saya tahu saya berada di lingkungan yang tepat. Lingkungan di mana satu sama lain saling menyadarkan tanpa ada tendensi untuk menjatuhkan. Lingkungan di mana setiap individu berusaha memperbaiki dirinya melalui caranya masing-masing tanpa takut dihakimi.
Saya mungkin tidak terlalu paham dengan kondisi pendidikan di Indonesia secara keseluruhan, tapi gerakan ini menjembatani saya untuk mendapatkan perspektif-perspektif baru tentang kondisi pendidikan di Indonesia. Sebelumnya saya tidak terlalu tahu bagaimana merepotkannya Ujian Nasional, sebelumnya saya tidak terlalu tahu bagaimana sulitnya meyakinkan golongan ekonomi lemah tentang pentingnya pendidikan, sebelumnya saya tidak terlalu tahu bagaimana mengakarnya korupsi yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan. Masalah-masalah seperti inilah yang nantinya terinternalisasi dalam diri masing-masing pengajar muda. Setidaknya, dengan bergabung dengan menjadi pengajar muda, tindakan-tindakan atau karya-karya yang akan mereka buat nantinya akan bersingunggan dengan pendidikan baik langsung maupun tidak langsung. Karena seperti yang telah dituliskan di awal, masalah pendidikan adalah masalah bersama.
Di saat mayoritas media sudah dipenuhi dengan sinisme sehingga membuat masyarakat antipati terhadap masa depan negara ini, bukankah gerakan seperti ini setidaknya memberikan secercah harapan? Saya tahu, sombong rasanya kalau mengatakan Indonesia Mengajar sebagai sumber segala inisiatif yang berkaitan dengan pendidikan, karena saya yakin, sebelum Indonesia Mengajar pun banyak orang-orang yang berjuang demi pendidikan namun tidak tersorot sama sekali oleh media. Tapi, saya harap naungan yang telah dibantu dan didengungkan oleh Indonesia Mengajar didengar oleh lebih banyak lagi orang baik di negeri ini.
Saya sadar di tulisan ini terdapat banyak sekali kata 'mungkin', namun inilah yang saya pelajari semenjak mengikuti gerakan ini. Interpretasi saya terhadap kata ‘mungkin’ adalah keraguan berlapis kepedulian, karena saya tidak tahu pasti sudut pandang seperti apa yang dimiliki oleh orang-orang di sekeliling saya. Dengan membubuhkan kata ‘mungkin’, setidaknya pembaca jadi tahu bahwa masih ada berbagai alternatif sudut pandang lain. Lagipula, menilai suatu tindakan/pernyataan sebagai 100% benar/moral atau 100% salah/amoral bukankah malah menjadi sumber dari masalah itu sendiri?
Apabila anda ingin menjadi menjadi pengajar muda, mungkin bisa diawali dengan merefleksikan pertanyaan-pertanyaan berikut: Untuk setahun ke depan, apakah anda siap menghadapi dilema moral secara beruntun? Apakah anda mau mengompromikan idealisme yang selama ini anda pegang teguh? Apakah anda mau turut andil dengan segala ketidakpastian? Jika jawabannya ya, mungkin menjadi pengajar muda adalah pilihan yang tepat.
---
Kalau ada yang salah tulis atau salah interpretasi, saya minta maaf ya. Salam.
---
Regards,
Herdimas Anggara

1 komentar:

  1. Great to see that someone still understand how to create an awesome blog.
    The blog is genuinely impressive in all aspects.
    Great, I like this blog.
    bandar poker online indonesia

    BalasHapus