Perahu
perjuangan itu berlanjut kepada tahap selanjutnya yaitu mempersiapkan beberapa
hal untuk keberangkatan saya ke Jerman. Beberapa hari berlalu, tetapi euforia
setelah pengumuman masih terasa, sebuah hal yang kurang baik jikalau terlalu
lama euforia tetapi lambat dalam bergerak menyelesaikan urusan didepan. Semua
daya berlanjut untuk meyusun sebuah timeline sederhana menuju Jerman di akhir
Mei 2013. Hanya dalam hitungan hari, group Facebook
dan Whatsapp Delegasi Indonesia untuk
ISWI 2013 telah ada. Telisik demi telisik, teryata perwakilan dari IT Telkom
ada dua orang, yaitu saya dan Gigih Septianto yang saat itu menjabat sebagai
Mentri Pengabdian masyarakat BEM KBM IT Telkom 2012. Segeralah dijalin
komunikasi untuk kolaborasi demi semakin melancarkan rencana kedepan, diskusi
kecil untuk pembuatan timeline dan pembagian kerja dilakukan.
Tidak
salah lagi, dengan dua orang pekerjaan semakin ringan, untuk proposal kami
sepakat membagi kerja, saya membuat content
dan Gigih membuat designnya. Proses pengerjaan saya lakukan, agaknya, jurus
jitu pekerjaan secara paralel perlu kembali dilakukan, yang terdekat adalah
pembuatan content proposal dan paspor. Sebuah hukum alam bahwa dalam kerjasama
ada sebuah kendala, karena kondisi diri terutama kesibukan kita berbeda-beda,
setelah content selesai ternyata Gigih sedang sibuk menyelesaikan hal lain
sehingga pengerjaan sempat molor dari timeline. Tetapi alhamdulillah tidak
terlalu berdampak pada proses pencarian sponsor, kalau ada rekan-rekan yang
berminat dapet proposal saya bisa menghubungi saya di 085258434484.
Ditengah-tengah penyelesaian proposal, saya sempatkan membuat paspor di Kantor Imigrasi
Kelas I Bandung dengan sistem online karena berdasar yang saya baca di internet
dan hasil diskusi dirasa lebih mudah dan cepat selesai. Saat itu saya
registrasi online hari ahad 17 Maret 2013 dengan menyertakan hasil scan
administrasi seperti KK, KTP, dan akte kelahiran, ternyata jadwalnya sangat
penuh sehingga baru dapat jadwal kosong pada Jum’at, 22 maret 2013. Sayapun
datang pada jadwal registrasi, dan pada siang di hari yang sama saya segera
menelesaikan proses administrasi (bayar dan membawa berkas yang sudah diupload
saat registrasi online), foto, sidik jari, dan wawancara, setelah proses
selesai, pegawai imigrasi menyatakan bahwa paspor saya akan selesai pada Rabu,
27 Maret 2013. “Oke, batch 1
alhamdulillah lancar dengan tidak terlalu banyak kendala” gumamku dalam hati.
“Life is never flat!” kata sebuah iklan
makanan ringan di televisi, sebuah kata-kata yang perlu pemaknaan mendalam atas
realita kehidupan. Hidup ini tidak akan terus menerus berisi penderitaan juga
tidak akan terus menerus berisi kenikmatan, semua ada masanya, kemarau tidak
akan terus datang, suatu saat pasti kemarau akan berakhir dan akan turun hujan
sebagai berkah atas kesabaran di panjangnya kemarau.
Proposal telah selesai dikerjakan baik dalam
content maupun design, dimulai proses pengajuan ke Bagian Kemahasiswaan.
Disertai dengan beberapa proposal full
colour dan surat pengantar untuk beberapa instansi, kami maju untuk mencoba
bertemu dan berdiskusi. Setelah beberapa kali bertemu dan bolak-balik
memperbaiki surat dan proposal seperti requirmentnya, kami merasa bahwa sikap
yang diberikan oleh pihak BK bersifat dualisme dan kurang tegas, disatu sisi
kami diminta ke pihak fakultas dan mengkomunikasikan ke dekan, wakil dekan 1
bidang akademik dan kemahasiswaan juga pada kepala prodi, tetapi dilain sisi
katanya beliau akan mengkomunikasikan dengan pihak warek 1. Karena waktu
semakin habis dan kami sudah cukup terbiasa bermain dengan birokrasi, pada
akhirnya kami menempuh jalur yang kami rasa lebih cepat dan lebih simple. “Syukurlah, apa yang aku duga
terjadi benar!” ungkapku dalam hati. Setelah bertemu dengan dekan untuk meminta
tanda tangan di proposal dan surat pengantar dibonusi dengan sedikit
diskusi yang sayapun sudah tahu
jawabannya bahwa fakultas tidak ada alokasi dana untuk kegiatan konferensi
semacam ini, “Tapi tanda tangan ini sudah cukup pak, mohon doanya saja!” ungkapku
kepada dekan Fakultas Elektro dan Komunikasi IT Telkom (yang sekarang jadi
Universitas Telkom), Ali Muayyadi. Memang benar kata sebuah kata bijak, “Jangan
hanya kerja keras, tapi juga kerja cerdas, tuntas, dan ikhlas.”
Berbekal
proposal dan surat pengantar yang telah ditandatangani oleh dekan Fakultas
Elko, pada fase awal tepatnya medio April 2013 kami berbagi tugas untuk
menyebar proposal kepada pihak-pihak yang kami anggap potensial, diantaranya PT.
Telkom Tbk., Forum Alumni Institut Teknologi Telkom (FAST), Bank seperti BNI,
Mandiri, Bank Jabar Banten, Yayasan seperti Yayasan Pendidikan Telkom, FAST
Foundation, dan yayasan Aksari, Pemerintah daerah tempat kami bermukim juga tak
ketinggalan untuk dicoba yaitu Pemerintah Kabupaten Bandung dan Pemerintah
Kabupaten Lumajang. “Keoptimisan harus 100%”, kataku. Ketika menyebarkan
proposal sponsor (inget ya! Proposal Sponsor :p), ada beberapa tips dan trik
yang coba saya lakukan. Pertama, sebesar atau sekecil apapun, cobalah dari
instansi terdekat kita, misalkan di kampus negeri cobalah dulu di Fakultas,
rektorat, bahkan temui rektornya, kalau dikampus swasta selain rektornya temui
ketua yayasan yang menaungi kampusnya. Kedua, saya selalu berusaha langsung
menemui kepala bidang yang memberi keputusan bersedia membantu atau tidak,
memang tidak semuanya bisa langsung ditemui seperti ini tapi biasanya kalau di
resepsionis kita mengatakan akan menemui kepala bidang CDC atau bidang tertentu,
jadi tujuan kita bukan hanya mengantarkan proposal (kalo ini biasanya hanya
akan sampai di meja resepsionis lantai 1), tetapi menemui pak fulan atau kepala
bidang tertentu dan jangan lupa untuk selalu meminta contact person agar tidak di PHP-in (Pemberi Harapan Palsu),
makanya sebelum memberikan proposal perlu dipelajari dulu kebiasaan instansi
tersebut agar proposal kita lebih cepat diproses J. Ketiga,
rajin-rajinlah konfirmasi, karena proposal di instansi tersebut sangat banyak,
sehingga dengan semakin seringnya konfirmasi maka akan memperbesar peluang
diperhatikannya proposal kita. Keempat, pergunakan jaringan/channel yang
dipunya, setidaknya dapat lebih cepat memberikan penjelasan memungkinkan untuk
dapat bantuan atau tidak.
Penyebaran
proposal di fase pertama telah dilakukan, tidak terlalu banyak kendala memang,
hanya berputar-putar pada komunikasi diantara kami berdua. Proses selanjutnya
adalah konfirmasi, perjuangan semakin terasa ditahap ini. Beberapa instansi
menjanjikan ada yang konfirmasi dilakukan dua minggu, satu bulan, dan varian
lainnya tergantung kebijakan instansi. Pertama kali dilakukan konfirmasipun
tidak semuanya langsung memberikan jawaban memberikan bantuan atau tidak, lebih
banyak instansi yang menggantungkan nasib pejuang dana terebut dengan kondisi
yang berbeda, ada yang mengatakan bagian tersebut yang mengurusi sedang tidak
ditempat, belum diputuskan (padahal yang ngasih tanggal konfirmasi juga mereka,
kenapa belum diputuskan? Aneh sekali!!), cukup menyakitkan memang tapi setiap
peristiwa harus memberikan pelajaran bagi kita, pada akhirnya kita mengetahui
dengan sendirinya bahwa instansi kita seperti itu. Semakin sering telepon
sponsor untuk konfirmasi, emosi semakin naik-turun, deg-degan ketika telepon
menunggu jawaban dan setelah mendengar jawaban semakin ciut hati ini karena di
fase awal ternyata belum ada proposal yang berhasil mendapatkan dana.
Waktu
kurang dari sebulan, baik di grup WhatsApp atau Facebook teman-teman delegasi
sudah banyak yang mendapatkan dana, ada yang sudah full ada juga yang belum,
ada juga yang sedang melakukan proses visa schengen (terkenal ribet), bahkan
ada yang visa sudah jadi, dan lebih akstreemnya ada yang sudah siap berangkat. Dititik
itu, Kas tabungan masih Rp 0,- visa belum proses, dan waktu makin mepet.
Akhirnya saya meyakini bahwa keberhasilan itu 90% ditentukan oleh emosi dan 10%
fikiran. Maka demi mimpi yang bukan hanya untuk saya tapi juga untuk orang
lain, saya berusaha menaikkan emosi saya dengan membaca beberapa artikel
tentang perjuangan anak muda Indonesia yang sudah mengalami hal yang sama dengan
saya dan mereka berjuang hingga menemui titik akhir, dan sejauh yang saya baca
mereka berhasil pergi ke eropa, selain itu saya juga mendengarkan lagu-lagu
yang dapat memperbesar optimisme seperti I won’t give up (Jason Mraz), Don’t
Give up, I still believe (Maria Carey), When you Believe, Jangan Menyerah
(D’masiv), Miracle (Cristian Bautista), Tetaplah Berdiri (Nineball), Ini
Mimpiku (Claudia Sinaga), Sang Pemimpi (Gigi), dan beberapa lagu yang lain,
saya mendengarkan baik dirumah maupun ketika diperjalanan motor menuju suatu
tempat. Selain itu, saya juga download beberapa gambar yang menurut saya dapat
memotivasi untuk terus bergerak dan menempelnya dikamar serta menjadikannya
wallpaper di laptop, HP, dll. Dan tak lupa, sebagai seorang muslim dan bukan
sekuler, untuk menaikkan emosi, memperbesar harapan, saya senantiasa berusaha
menggantungkan semua usaha kepada Allah semata sebagai upaya perbaikan diri,
upaya memperbanyak amalan seperti amalan sunah, tilawah, sedekah uang dan
tenaga dengan cara membantu semakin banyak orang saya lakukan, sahabat saya
mengistilahkan palugada (lw mau minta tolong apa gw ada-bisa).
Selama
masih ada peluang, sekecil apapun, saya akan terus bergerak dan berusaha
melakukannya. Dengan kondisi tersebut saya mulai memproses pembuatan visa schengen
diawal Mei dengan cara membuat online appointment terlebih dahulu, sebelum
membuat saya sempat berfikir bahwa paling tidak saya akan mendapatkan jadwal
sekitar tanggal 15, ternyata salah besar, ini musim liburan banyak yang sedang
apply visa untuk liburan musim panas, sehingga saya baru mendapatkan jadwal membuat
visa pada 21 Mei 2013, padahal acaranya dimulai 31 Mei, saya juga belum tahu
berapa lama proses pembuatannya, wew yasudah, bismillah sajalah. Sebagai sebuah
tim, saya segera memberitahukan rekan tim saya, Gigih untuk segera membuat
online appointment visa Schengen. Selama proses penungguan pembuatan visa, saya
masih berusaha membuat proposal dan mengirimkan lagi ke instansi lain. Selain
itu, saya juga berusaha tidak lupa mengerjakan Tugas Akhir yang sedikit kurang
terurus karena terlalu fokus di mencari dana, karena ini juga merupakan amanah
orang tua.
Waktu
semakin terasa panjang, selain waktu disiang hari digunakan untuk masuk kuliah karena
mengehemat jatah bolos dan mengerjakan tugas juga digunakan berjuang mencari
dana, mengurus keperluan untuk visa, sedangkan waktu malam selain digunakan
untuk mengerjakan tugas juga mengerjakan tugas akhir serta menyusun strategi
untuk besok. H-1 tanggal membuat visa telah datang, ternyata dihari Senin masih
banyak keperluan visa yang belum selesai. Bukti bookingan pesawat, fotokopi
rekening orang tua, rekening koran tabungan saya, dll. Sempat khawatir begitu
banyak yang perlu diurus tidak selesai dalam waktu yang sangat singkat apalagi
di pagi itu saya harus kuliah terlebih dahulu dan baru benar-benar mengurus
pasca itu, tapi entah kenapa hati ini tetap tenang dan optimis bahwa semuanya
dapat selesai. Ba’da dhuhur, sekitar jam12 saya keluar kosan untuk mengurus
beberapa hal tersebut, alhamdulillah setelah melakukan pembookingan pesawat di
salah satu agen perjalanan, tetapi karena belum ada uang terpaksa saya hanya
membooking tiket pesawat itu tapi belum tentu akan membelinya, saya beranjak mengurus
hal kedua yaitu pencetakan rekening koran saya, beberapa rekan yang sudah
selesai membuat visa mengatakan bahwa baiknya minimal di rekening ada uang
minimal 15juta, saya menghubungi orang tua untuk meminjam uang sebesar itu
hanya untuk mencetak rekening koran pasca itu uang akan segera dikembalikan.
Orang tua mengabarkan telah mengirim uang dan sayapun bergegas ke Bank M*andiri
terdekat untuk mencetak rekening koran. Saat diperjalanan, jam ditangan sudah
menunjukkan pukul 14.59 WIB, padahal masih belum sampai di Bank, mengingat Bank
tutup jam15.00 saya segera memacu motor lebih kencang untuk meluncur ke TKP,
ditengah perjalanan tiba-tiba ban bocor dan harus mendorong sampai depan motor,
tanpa banyak berfikir, saya segera mendorong motor hingga sekitar 10menit telah
sampa di depan Bank. Saya sampai di depan Bank sekitar jam15.25, tanpa banyak
bicara saya bergegas masuk kedalam Bank tersebut dengan harapan bahwa Bank
belum tutup, saat masuk ternyata masih banyak yang mengantri dan satpam
mengijinkan saya untuk mengantri. Tidak lama duduk manis mengantri di Customer
Service, ada orang yang masuk dan juga mau mengantri tetapi tidak diperbolehkan
oleh satpam dengan alasan Bank sudah mau tutup, Allah kembali menunjukkan campur
tanganNya dalam urusan hambanya yang fakir ini.
Gerbang masuk Kedubes Jerman |
Malam
harinya sayapun segera pergi ke Jakarta dengan berbagai persyaratan membuat
Visa, saat berada di Jakarta saya menumpang di salah satu sahabat saya Rizal
Firdaus a.k.a. Rizal Tarmizie melanjutkan aktifitas lain. Setelah sarapan
saya mengunjungi. Mentari di Jakarta segera muncul, sesuai dengan jadwal yang
telah saya plot di web Kantor Kedutaan Besar (kedubes) Jerman www.jakarta.diplo.de
saya segera menuju kedubes yang beralamat di jalan M.H. Thamrin nomor 1 Jakarta
Pusat. Ketika berada disana, dengan pengamanan yang cukup ketat, sayapun masuk
dengan segala persyaratan, ketika berada di loket katanya masih ada yang kurang
yaitu asuransi yang tidak tercover selama beberapa hari diluar kegiatan, saya
memplot waktu 2hari setelah kegiatan untuk jalan-jalan ke beberapa kota di
Jerman, dan asuransi tersebut dapat menyusul di kemudian hari. Proses pengajuan
visa telah selesai, saya bergegas mencari sarapan untuk semakin menguatkan
fisik saya.. Diterik panasnya mentari Jakarta, saya terus melangkahkan kaki
mencari peruntungan di tengah egoisme gedung-gedung menjulang tinggi untuk
menuju ke beberapa calon sponsor yang memang sudah dibidik sebelum berangkat ke
Jakarta. Saya menuju ke beberapa yayasan Jerman tetapi ada yang alamatnya
salah, ada pula yang bosnya sedang keluar negeri. Setelah berputar-putar, ternyata
hasilnya masih saja beloum pasti karena baru mengantarkan proposal ke beberapa
sponsor.
Untuk
memenuhi persayaratan visa yang kurang, yaitu asuransi, saya menuju ke salah
satu lembaga asuransi di Bandung dan kembali pergi ke Jakarta untuk
mengantarkan itu ke kedubes Jerman. Pasca mengantar itu, saya kembali berjuang
ke beberapa sponsor untuk mencari peruntungan, termasuk salah satunya
memanfaatkan senior yang bekerja di perusahan di perusahaan untuk membukakan
jalan mendapatkan sponsor seperti Telkom*el, X*, dan perusahaan lain.
Rabu,
waktu menuju acara tinggal 3hari lagi, tapi belum dapat uang sepeserpun, ada
perasaan khawatir tetapi saya sudah menyiapkan mental tentang kemungkinan semua
yang akan terjadi. Melihat semua yang saya lakukan, orangtua merasa tidak
sampai hati jika ternyata saya tidak sampai berangkat ke Jerman,dan akhirnya
keluar dari perkataan mereka, “Kalau memang kamu sangat ingin berangkat, kami akan
tanggung semua biayanya” tapi dengan tegas saya katakan kepada mereka, “Jika
saya tidak mendapatkan sponsor, saya memilih untuk tidak berangkat apalagi jika
harus memakai uang orang tua” Peristiwa saat itu benar-benar sangat emosional.
Sembari
terus berusaha menelfon semua kontak sponsor yang saya punya, ada yang tegas mengatakan
tidak bisa memberi sponsor adapula yang masih menggantungkan jawaban mereka.
Saya akhirnya memutuskan untuk bertemu langsung dengan ketua Yayasan Pendidikan
Telkom (YPT), bapak Jony Girsang. Sesampainya di kantor, saya menemui
sekretaris pribadi beliau dan minta izin bertemu, ternyata beliau sedang rapat
dan katanya setelah itupun beliau harus segera pergi ke Jakarta untuk suatu
urusan, saya memilih untuk menunggu dan nekat bertemu walapun hanaya sebentar. Beberapa
jam kemudian rapat selesai dan saya segera menghampiri beliau dan mengulurkan
tangan sambil memperkenalkan diri dan mengutarakan maksud bertemu, itupun saya
lakukan sembari berdiri karena belia terlihat tergesa-gesa ke Jakarta, dengan
kerendahan hati beliau bersedia berbicara sambil menuju ke mobil. Di akhir
pembicaraan, beliau memberi angin segar dengan mengatakan bahwa beliau akan
memberi dana jika mendapat surat rekomendasi dari rektor IT Telkom, hal itu semacam
angin segar di tengah gersangnya padang pasir, tak merubah gersangnya tapi
menyejukkan dan menenangkan.
Keesokan
harinya, jadwal kuliah cukup padat dan
jadwal membolos sudah tipis, terpaksa baru bisa siang mencari rektor. Di siang
itu, saya menuju ke gedung rektorat dan ternyata tak ditemukan sama sekali
pejabat kampus baik rektor ataupun wakil rektor. Sedikit panik dengan hal itu,
saya mencoba bertanya ke sekretaris pribadi rektor dan ternyata seluruh pejabat
sedang rapat untuk kegiatan kompetisi roket nasional yang diselenggarakan oleh
kampus saya dan mereka juga tidak tahu kapan selesai rapatnya. Saya mencoba
menunggu, tetapi kembalia da jam kuliah akhirnya saya harus menghadirkan fisik
saya dikelas untuk mendengarkan kuliah walaupun sebenarnya fikiran saya sedang berusaha
bertahan dan mencari solusi atas kondisi H-2 acara. Sepulang kuliah telah
magrib dan seluruh staf rektorat telah pulang, itu artinya hanya tersisa 1hari,
yaitu besok Jum’at untuk berjuang, karena sebenarnya acara dimulai hari Sabtu
di Jerman.
Tertera
bahwa Visa saya telah jadi dan bisa diambil
pada Jum’at di Jakarta, uang belum dapat sepeserpun, besok masih harus
mencari surat rekomendasi dari rektor untuk diajukan ke Ketua YPT. Semua hal
itu harus dilakukan dalam 24jam kedepan, jika masih berharap untuk menginjakkan
kaki di tanah Jerman 2013 ini. Dengan kondisi tertekan seperti itu, saya
berusaha tenang dan mencari solusi. Akhirnya, saya memutuskan untuk malam
harinya ke Jakarta untuk memberikan surat kuasa kepada rekan saya, Rizal untuk
meminta tolong mengambilkan paspor yang didalamnya visa saya telah jadi. Tepat
pada jam9 saya pergi ke Jakarta dan telah sampai pada jam00.30 Jum’at dinihari,
setelah bertemu dengan Rizal saya segera menuju ke tempat pemberhentian bus
untuk menunggu bus guna langsung kembali ke Bandung melancarkan misi berikutnya.
Cerahnya
mentari di hari Jum’at menyambutku saat baru saja sampai di Bandung saya segera
pergi ke rektorat untuk bertemu rektor atau pejabat lainnya, ternyata seluruh
pejabat tidak ada, rektor telah berangkat ke Belanda untuk sebuah urusan
sedangkan rektor pelaksana harian, wakil rektor 1 sedang berada di pelosok
Garut untuk melakukan pengecekan sebelum kegiatan kompetisi roket nasional.
Saya ke kantor YPT memberitahukan kondisinya dan pihak YPT masih keukeuh bahwa
harus ada surat rekomendasi tersebut karena tidak mau loncat kebijakan khawatir
terjadi perselisihan antar lembaga. Saya mencoba menghubungi wakil rektor 1
dengan mengirimkan pesan untuk bertanya posisi dan maksud saya ingin bertemu
untuk meminta tanda tangan surat rekomendasi, lama sekali tidak dibalas,
ditelfon juga tidak diangkat. Saya sangat bingung dengan kondisi tersebut,
bingung untuk menghubungi siapa lagi, dalam kebingungan itu saya masih terus
berusaha yakin dan optimis bahwa Allah akan menolong hambanya.
Adzan
Jum’at berkumandang, dengan badan sedikit lemas karena kurang tidur dan
tertekan dengan kondisi saya melangkahkan kaki ke masjid untuk melaksanakan
sholat dan meminta untuk dikuatkan dan diberikan solusi atas permasalahan yang
sedang dihubungi.
Selesai
sholat Jum’at entah kenapa saya ingin pergi ke kantor YPT tanpa tujuan yang
jelas, dengan badan yang masih juga lemas saya menaiki motor dan menuju kantor
YPT. Ditengah perjalanan tiba-tiba Bu Retno, manager kemahasiswaan menelfon saya,
dengan nada semangat saya mengangkatnya, ternyata beliau menanyakan perihal
surat rekomendasi itu, saya mengutarakan tentang surat itu dan mengatakan
bantuan yang saya harapkan. Bu Retno masih sedikit bingung dengan apa yang
sebenarnya terjadi, tiba-tiba telfon mati. Tidak lama berselang wakil rektor 1
menelfon saya dan menanyakan hal yang sama, dengan sedikit gugup menata
kata-kata agar udah dimengerti saya mengutarakan maksud surat rekomendasi dan
harapan yang saya harapkan dari wakil rektor 1. Setelah menangkap maksudnya,
beliau memberikan petunjuk, bahwa saya diminta untuk menemui wakil rektor 3
untuk mewakilkan tanda tangan atas nama rektor di surat rekomendasi tersebut,
mendengar pernyataan tersebut sendi-sendi badan yang awalnya lemas terasa
dikuatkan dan saya langsung melakukan sujud syukur seakan tak percaya tentang hal
yang sedang terjadi.
Surat Rekomendasi dari Rektor |
Dengan
mata berbinar-binar karena semangat dan ingin semuanya sepat diselesaikan, saya
bergegas kembali ke kampus, print
surat rekomendasi tersebut dan segera menemui wakil rektor 3 untuk meminta
tanda tangan. Surat rekomendasi telah jadi, segeralah surat itu saya bawa ke
ketua YPT. Setelah mengobrol dan mengecek harga tiket ke Jerman, akhirnya sesuai
janjinya beliau bersedia memberikan bantuan dana untuk tiket pesawat. Yeay!! ;)
Sepulang
dari kantor YPT, saya segera pergi ke Trans Studio Mall (TSM) untuk pergi
membeli tiket pesawat ke Jerman di Vayatour. Tak lama kemudian, saya
mendapatkan bookingan tiket maskapai Qatar Qirways dengan jurusan Frankfurt
yang akan berangkat besok, iya besok, pada Sabtu malam jam23.30 WIB.
Tiket dan paspor |
Yeay!!
Alhamdulilah.... Semua seakan mimpi yang terjadi begitu cepat. Keesokan harinya
saya terbang ke Jerman alhamdulillah dengan selamat, perjuangan selama beberapa
bulan terbayar sudah.
Ketika
pada akhirnya kita bekerja dengan sungguh-sungguh, tanpa henti, dan sabar untuk
sebuah tujuan, sesungguhnya kerja-kerja itu akan berbuah menjadi keajaiban yang
akan kita nikmati cepat atau lebih cepat. ;)
Dan,
sayapun meyakini bahwa sampainya saya di eropa pada 2013 itu bukan karena usaha
beberapa bulan saja, tetapi usaha bertahun-tahun ke belakang tentang mimpi yang
terwujud sedikit demi sedikit, hingga akhirnya berakumulasi menjadi sebuah
mimpi Go International 2013.
Maka,
berbanggalah dengan setiap kemajuan dalam diri kita.
“Jika kita mempunyai keinginan yang kuat dari dalam
hati,
maka seluruh alam semesta akan bahu-membahu
mewujudkannya.”
(Ir. Soekarno)
“Anak-anak yang melihat dunia, akan terbuka matanya
dan memakai nuraninya
saat memimpin bangsa dimasa depan.”
-Prof. Rhenald Kasali-
Bagi
rekan-rekan yang ingin meminta contoh proposal, essay, ataupun berkas contoh
terkait cerita ini, silahkan hubungi saya di @catur_ms atau mcatursaifudin@gmail.com
Semoga
bermanfaat. :)