Tampilkan postingan dengan label ISWI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ISWI. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 November 2014

Tips Menulis Esai Motivasi Kompetisi, Beasiswa, dan Konferensi



Seiring dengan semakin terbukanya informasi terkait kompetisi, kegiatan kepemimpinan, konferensi pemuda baik nasional atau internasional, pendaftaran beasiswa juga semakin banyak yang ingin bergabung dengan berbagai hal tersebut. Dalam setiap tahap rekrutmen selalu menuntut pembuatan esai motivasi, berdasarkan pengalaman saat mendaftar Forum Indonesia Muda 13, International Student Week Ilmenau 2013, serta Pengajar Muda 8 Indonesia Mengajar juga materi yang pernah didapatkan, saya ingin mencoba berbagi tentang tips membuat esai motivasi, berikut tipsnya:

1.      Bangun Kepercayaan Pembaca
Dengan mencari tahu seluk-beluk profil yang diinginkan penyelenggara seperti tema sekarang serta tujuan kegiatan tersebut, lalu mencari kemiripan antara tema ini dengan diri kamu, baik itu dengan kegiatan yang pernah/sedang/akan kamu lakukan (pengalaman hidup, rencana hidup ke depan bisa masuk disini). Ini penting karena terkait dengan perwujudan visi kegiatan mereka.
Seperti saat mendaftar Indonesia Mengajar diperlukan seseorang yang memiliki kualitas kepemimpinan global dan kepahaman grass root, maka saya mencoba mencari kemiripian dengan pengalaman hidup sayadan rencana hidup kedepan.
Sumber http://sitinurjanah2093.blogdetik.com/2012/01/09/membangun-kepercayaan-terhadap-orang/



2.     Bangunlah Respek Pembaca
Membangun respek dengan cara menambahkan berbagai catatan prestasi terkait tema sekarang serta profil yang diinginkan penyelenggara. Biasanya tidak secara langsung ada kolom prestasi, tapi menambahkan prestasi di sela-sela esai.

Foto saat Lomba MIPA di Primagama Bima


3.      Otak Kanan dan Kiri
Pembaca esai kita itu ada yang memakai otak kanan dan kiri, otak kanan lebih ke analogi sedang otak kiri lebih ke data, fakta, refrensi. Jika bisa mengkombinasikan keduanya akan sangat baik.
Salah satu kecenderungan dalam menulis esai salah satunya adalah menyertakan quote tokoh hebat, tetapi berhati-hatilah jangan sampai pada akhirnya terjebak pada hal-hal yang terlalu normatif seperti melunasi janji kemerdekaan dan semacamnya, quote itu perlu disandingkan dengan pengalaman hidup yang riil.

4.      Menggunakan STAR (Situation/Task, Action, Result)
Jika diminta menceritakan pengalaman, coba pakai metode STAR, Situation/Task, Action, Result. Metode ini akan memudahkan kita untuk mengurai situasi yang kita hadapi lebih detail, tantangan/kewajiban yang sedang kita hadapi, aksi yang kita lakukan, dan hasil dari aksi kita. Dengan STAR akan semakin mendetailkan peran kita dan pembaca juga akan lebih mengerti jalan cerita.
Sumber http://www.rightattitudes.com/2008/07/15/star-technique-answer-interview-questions/

5.      Cari Refrensi
Coba baca esai bentuk yang serupa, misalkan esai daftar beasiswa,  daftar Indonesia Mengajar, atau kegiatan serupa lain yang juga membutuhkan kekuatan tulisan. Di blog saya ada esai saya saat daftar Indonesia Mengajar dan Forum Indonesia Muda, mungkin itu juga bisa menjadi salah satu refrensi.

6.      Menjawab Pertanyaan Inti
Minimalisir hal yang tidak perlu, kecenderungan kita saat membuat esai itu adalah kita selalu ingin menonjolkan diri dan mengemukakan pendapat kita tentang sesuatu, padahal esai itu berbatas jumlah katanya, jika memang dirasa tidak perlu dan tidak nyambung, alangkah lebih baiknya untuk menahan diri dengan tidak mencantumkannya di esai.

7.      Minta Pendapat
Last but not least, silahkan baca lagi esai kamu dan coba minta teman kamu atau siapapun untuk ikut baca tulisan kamu, minta pendapat mereka.
PM 8 Bima berdiskusi tentang transisi dengan PM 4 dan PM 5

 
Selain memaksimalkan usaha, jangan lupa berdo’a ya!
Sekian tips singkat  ini, semoga bermanfaat dan semoga sukses! ;)

Kamis, 24 Juli 2014

MIMPI ITU BERLABUH DI EROPA (PART 2)

Pada cerita mimpi itu berlabuh di Eropa bagian satu, saya bercerita tentang proses mendapatkan undangan untuk mewujudkan mimpi saya 2013"Go International". ini adalah bagian dua yang bercerita tentang proses selanjutnya. Selamat menikmati. :)


Perahu perjuangan itu berlanjut kepada tahap selanjutnya yaitu mempersiapkan beberapa hal untuk keberangkatan saya ke Jerman. Beberapa hari berlalu, tetapi euforia setelah pengumuman masih terasa, sebuah hal yang kurang baik jikalau terlalu lama euforia tetapi lambat dalam bergerak menyelesaikan urusan didepan. Semua daya berlanjut untuk meyusun sebuah timeline sederhana menuju Jerman di akhir Mei 2013. Hanya dalam hitungan hari, group Facebook dan Whatsapp Delegasi Indonesia untuk ISWI 2013 telah ada. Telisik demi telisik, teryata perwakilan dari IT Telkom ada dua orang, yaitu saya dan Gigih Septianto yang saat itu menjabat sebagai Mentri Pengabdian masyarakat BEM KBM IT Telkom 2012. Segeralah dijalin komunikasi untuk kolaborasi demi semakin melancarkan rencana kedepan, diskusi kecil untuk pembuatan timeline dan pembagian kerja dilakukan.
Tidak salah lagi, dengan dua orang pekerjaan semakin ringan, untuk proposal kami sepakat membagi kerja, saya membuat content dan Gigih membuat designnya. Proses pengerjaan saya lakukan, agaknya, jurus jitu pekerjaan secara paralel perlu kembali dilakukan, yang terdekat adalah pembuatan content proposal dan paspor. Sebuah hukum alam bahwa dalam kerjasama ada sebuah kendala, karena kondisi diri terutama kesibukan kita berbeda-beda, setelah content selesai ternyata Gigih sedang sibuk menyelesaikan hal lain sehingga pengerjaan sempat molor dari timeline. Tetapi alhamdulillah tidak terlalu berdampak pada proses pencarian sponsor, kalau ada rekan-rekan yang berminat dapet proposal saya bisa menghubungi saya di 085258434484. Ditengah-tengah penyelesaian proposal, saya sempatkan membuat paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Bandung dengan sistem online karena berdasar yang saya baca di internet dan hasil diskusi dirasa lebih mudah dan cepat selesai. Saat itu saya registrasi online hari ahad 17 Maret 2013 dengan menyertakan hasil scan administrasi seperti KK, KTP, dan akte kelahiran, ternyata jadwalnya sangat penuh sehingga baru dapat jadwal kosong pada Jum’at, 22 maret 2013. Sayapun datang pada jadwal registrasi, dan pada siang di hari yang sama saya segera menelesaikan proses administrasi (bayar dan membawa berkas yang sudah diupload saat registrasi online), foto, sidik jari, dan wawancara, setelah proses selesai, pegawai imigrasi menyatakan bahwa paspor saya akan selesai pada Rabu, 27 Maret 2013. “Oke, batch 1 alhamdulillah lancar dengan tidak terlalu banyak kendala” gumamku dalam hati.
Life is never flat!” kata sebuah iklan makanan ringan di televisi, sebuah kata-kata yang perlu pemaknaan mendalam atas realita kehidupan. Hidup ini tidak akan terus menerus berisi penderitaan juga tidak akan terus menerus berisi kenikmatan, semua ada masanya, kemarau tidak akan terus datang, suatu saat pasti kemarau akan berakhir dan akan turun hujan sebagai berkah atas kesabaran di panjangnya kemarau.

 Proposal telah selesai dikerjakan baik dalam content maupun design, dimulai proses pengajuan ke Bagian Kemahasiswaan. Disertai dengan beberapa proposal full colour dan surat pengantar untuk beberapa instansi, kami maju untuk mencoba bertemu dan berdiskusi. Setelah beberapa kali bertemu dan bolak-balik memperbaiki surat dan proposal seperti requirmentnya, kami merasa bahwa sikap yang diberikan oleh pihak BK bersifat dualisme dan kurang tegas, disatu sisi kami diminta ke pihak fakultas dan mengkomunikasikan ke dekan, wakil dekan 1 bidang akademik dan kemahasiswaan juga pada kepala prodi, tetapi dilain sisi katanya beliau akan mengkomunikasikan dengan pihak warek 1. Karena waktu semakin habis dan kami sudah cukup terbiasa bermain dengan birokrasi, pada akhirnya kami menempuh jalur yang kami rasa lebih cepat dan lebih simple. “Syukurlah, apa yang aku duga terjadi benar!” ungkapku dalam hati. Setelah bertemu dengan dekan untuk meminta tanda tangan di proposal dan surat pengantar dibonusi dengan sedikit diskusi  yang sayapun sudah tahu jawabannya bahwa fakultas tidak ada alokasi dana untuk kegiatan konferensi semacam ini, “Tapi tanda tangan ini sudah cukup pak, mohon doanya saja!” ungkapku kepada dekan Fakultas Elektro dan Komunikasi IT Telkom (yang sekarang jadi Universitas Telkom), Ali Muayyadi. Memang benar kata sebuah kata bijak, “Jangan hanya kerja keras, tapi juga kerja cerdas, tuntas, dan ikhlas.”

 Berbekal proposal dan surat pengantar yang telah ditandatangani oleh dekan Fakultas Elko, pada fase awal tepatnya medio April 2013 kami berbagi tugas untuk menyebar proposal kepada pihak-pihak yang kami anggap potensial, diantaranya PT. Telkom Tbk., Forum Alumni Institut Teknologi Telkom (FAST), Bank seperti BNI, Mandiri, Bank Jabar Banten, Yayasan seperti Yayasan Pendidikan Telkom, FAST Foundation, dan yayasan Aksari, Pemerintah daerah tempat kami bermukim juga tak ketinggalan untuk dicoba yaitu Pemerintah Kabupaten Bandung dan Pemerintah Kabupaten Lumajang. “Keoptimisan harus 100%”, kataku. Ketika menyebarkan proposal sponsor (inget ya! Proposal Sponsor :p), ada beberapa tips dan trik yang coba saya lakukan. Pertama, sebesar atau sekecil apapun, cobalah dari instansi terdekat kita, misalkan di kampus negeri cobalah dulu di Fakultas, rektorat, bahkan temui rektornya, kalau dikampus swasta selain rektornya temui ketua yayasan yang menaungi kampusnya. Kedua, saya selalu berusaha langsung menemui kepala bidang yang memberi keputusan bersedia membantu atau tidak, memang tidak semuanya bisa langsung ditemui seperti ini tapi biasanya kalau di resepsionis kita mengatakan akan menemui kepala bidang CDC atau bidang tertentu, jadi tujuan kita bukan hanya mengantarkan proposal (kalo ini biasanya hanya akan sampai di meja resepsionis lantai 1), tetapi menemui pak fulan atau kepala bidang tertentu dan jangan lupa untuk selalu meminta contact person agar tidak di PHP-in (Pemberi Harapan Palsu), makanya sebelum memberikan proposal perlu dipelajari dulu kebiasaan instansi tersebut agar proposal kita lebih cepat diproses J. Ketiga, rajin-rajinlah konfirmasi, karena proposal di instansi tersebut sangat banyak, sehingga dengan semakin seringnya konfirmasi maka akan memperbesar peluang diperhatikannya proposal kita. Keempat, pergunakan jaringan/channel yang dipunya, setidaknya dapat lebih cepat memberikan penjelasan memungkinkan untuk dapat bantuan atau tidak.
Penyebaran proposal di fase pertama telah dilakukan, tidak terlalu banyak kendala memang, hanya berputar-putar pada komunikasi diantara kami berdua. Proses selanjutnya adalah konfirmasi, perjuangan semakin terasa ditahap ini. Beberapa instansi menjanjikan ada yang konfirmasi dilakukan dua minggu, satu bulan, dan varian lainnya tergantung kebijakan instansi. Pertama kali dilakukan konfirmasipun tidak semuanya langsung memberikan jawaban memberikan bantuan atau tidak, lebih banyak instansi yang menggantungkan nasib pejuang dana terebut dengan kondisi yang berbeda, ada yang mengatakan bagian tersebut yang mengurusi sedang tidak ditempat, belum diputuskan (padahal yang ngasih tanggal konfirmasi juga mereka, kenapa belum diputuskan? Aneh sekali!!), cukup menyakitkan memang tapi setiap peristiwa harus memberikan pelajaran bagi kita, pada akhirnya kita mengetahui dengan sendirinya bahwa instansi kita seperti itu. Semakin sering telepon sponsor untuk konfirmasi, emosi semakin naik-turun, deg-degan ketika telepon menunggu jawaban dan setelah mendengar jawaban semakin ciut hati ini karena di fase awal ternyata belum ada proposal yang berhasil mendapatkan dana.
Waktu kurang dari sebulan, baik di grup WhatsApp atau Facebook teman-teman delegasi sudah banyak yang mendapatkan dana, ada yang sudah full ada juga yang belum, ada juga yang sedang melakukan proses visa schengen (terkenal ribet), bahkan ada yang visa sudah jadi, dan lebih akstreemnya ada yang sudah siap berangkat. Dititik itu, Kas tabungan masih Rp 0,- visa belum proses, dan waktu makin mepet. Akhirnya saya meyakini bahwa keberhasilan itu 90% ditentukan oleh emosi dan 10% fikiran. Maka demi mimpi yang bukan hanya untuk saya tapi juga untuk orang lain, saya berusaha menaikkan emosi saya dengan membaca beberapa artikel tentang perjuangan anak muda Indonesia yang sudah mengalami hal yang sama dengan saya dan mereka berjuang hingga menemui titik akhir, dan sejauh yang saya baca mereka berhasil pergi ke eropa, selain itu saya juga mendengarkan lagu-lagu yang dapat memperbesar optimisme seperti I won’t give up (Jason Mraz), Don’t Give up, I still believe (Maria Carey), When you Believe, Jangan Menyerah (D’masiv), Miracle (Cristian Bautista), Tetaplah Berdiri (Nineball), Ini Mimpiku (Claudia Sinaga), Sang Pemimpi (Gigi), dan beberapa lagu yang lain, saya mendengarkan baik dirumah maupun ketika diperjalanan motor menuju suatu tempat. Selain itu, saya juga download beberapa gambar yang menurut saya dapat memotivasi untuk terus bergerak dan menempelnya dikamar serta menjadikannya wallpaper di laptop, HP, dll. Dan tak lupa, sebagai seorang muslim dan bukan sekuler, untuk menaikkan emosi, memperbesar harapan, saya senantiasa berusaha menggantungkan semua usaha kepada Allah semata sebagai upaya perbaikan diri, upaya memperbanyak amalan seperti amalan sunah, tilawah, sedekah uang dan tenaga dengan cara membantu semakin banyak orang saya lakukan, sahabat saya mengistilahkan palugada (lw mau minta tolong apa gw ada-bisa).

Selama masih ada peluang, sekecil apapun, saya akan terus bergerak dan berusaha melakukannya. Dengan kondisi tersebut saya mulai memproses pembuatan visa schengen diawal Mei dengan cara membuat online appointment terlebih dahulu, sebelum membuat saya sempat berfikir bahwa paling tidak saya akan mendapatkan jadwal sekitar tanggal 15, ternyata salah besar, ini musim liburan banyak yang sedang apply visa untuk liburan musim panas, sehingga saya baru mendapatkan jadwal membuat visa pada 21 Mei 2013, padahal acaranya dimulai 31 Mei, saya juga belum tahu berapa lama proses pembuatannya, wew yasudah, bismillah sajalah. Sebagai sebuah tim, saya segera memberitahukan rekan tim saya, Gigih untuk segera membuat online appointment visa Schengen. Selama proses penungguan pembuatan visa, saya masih berusaha membuat proposal dan mengirimkan lagi ke instansi lain. Selain itu, saya juga berusaha tidak lupa mengerjakan Tugas Akhir yang sedikit kurang terurus karena terlalu fokus di mencari dana, karena ini juga merupakan amanah orang tua.
Waktu semakin terasa panjang, selain waktu disiang hari digunakan untuk masuk kuliah karena mengehemat jatah bolos dan mengerjakan tugas juga digunakan berjuang mencari dana, mengurus keperluan untuk visa, sedangkan waktu malam selain digunakan untuk mengerjakan tugas juga mengerjakan tugas akhir serta menyusun strategi untuk besok. H-1 tanggal membuat visa telah datang, ternyata dihari Senin masih banyak keperluan visa yang belum selesai. Bukti bookingan pesawat, fotokopi rekening orang tua, rekening koran tabungan saya, dll. Sempat khawatir begitu banyak yang perlu diurus tidak selesai dalam waktu yang sangat singkat apalagi di pagi itu saya harus kuliah terlebih dahulu dan baru benar-benar mengurus pasca itu, tapi entah kenapa hati ini tetap tenang dan optimis bahwa semuanya dapat selesai. Ba’da dhuhur, sekitar jam12 saya keluar kosan untuk mengurus beberapa hal tersebut, alhamdulillah setelah melakukan pembookingan pesawat di salah satu agen perjalanan, tetapi karena belum ada uang terpaksa saya hanya membooking tiket pesawat itu tapi belum tentu akan membelinya, saya beranjak mengurus hal kedua yaitu pencetakan rekening koran saya, beberapa rekan yang sudah selesai membuat visa mengatakan bahwa baiknya minimal di rekening ada uang minimal 15juta, saya menghubungi orang tua untuk meminjam uang sebesar itu hanya untuk mencetak rekening koran pasca itu uang akan segera dikembalikan. Orang tua mengabarkan telah mengirim uang dan sayapun bergegas ke Bank M*andiri terdekat untuk mencetak rekening koran. Saat diperjalanan, jam ditangan sudah menunjukkan pukul 14.59 WIB, padahal masih belum sampai di Bank, mengingat Bank tutup jam15.00 saya segera memacu motor lebih kencang untuk meluncur ke TKP, ditengah perjalanan tiba-tiba ban bocor dan harus mendorong sampai depan motor, tanpa banyak berfikir, saya segera mendorong motor hingga sekitar 10menit telah sampa di depan Bank. Saya sampai di depan Bank sekitar jam15.25, tanpa banyak bicara saya bergegas masuk kedalam Bank tersebut dengan harapan bahwa Bank belum tutup, saat masuk ternyata masih banyak yang mengantri dan satpam mengijinkan saya untuk mengantri. Tidak lama duduk manis mengantri di Customer Service, ada orang yang masuk dan juga mau mengantri tetapi tidak diperbolehkan oleh satpam dengan alasan Bank sudah mau tutup, Allah kembali menunjukkan campur tanganNya dalam urusan hambanya yang fakir ini.
Gerbang masuk Kedubes Jerman

Malam harinya sayapun segera pergi ke Jakarta dengan berbagai persyaratan membuat Visa, saat berada di Jakarta saya menumpang di salah satu sahabat saya Rizal Firdaus a.k.a. Rizal Tarmizie  melanjutkan aktifitas lain. Setelah sarapan saya mengunjungi. Mentari di Jakarta segera muncul, sesuai dengan jadwal yang telah saya plot di web Kantor Kedutaan Besar (kedubes) Jerman www.jakarta.diplo.de saya segera menuju kedubes yang beralamat di jalan M.H. Thamrin nomor 1 Jakarta Pusat. Ketika berada disana, dengan pengamanan yang cukup ketat, sayapun masuk dengan segala persyaratan, ketika berada di loket katanya masih ada yang kurang yaitu asuransi yang tidak tercover selama beberapa hari diluar kegiatan, saya memplot waktu 2hari setelah kegiatan untuk jalan-jalan ke beberapa kota di Jerman, dan asuransi tersebut dapat menyusul di kemudian hari. Proses pengajuan visa telah selesai, saya bergegas mencari sarapan untuk semakin menguatkan fisik saya.. Diterik panasnya mentari Jakarta, saya terus melangkahkan kaki mencari peruntungan di tengah egoisme gedung-gedung menjulang tinggi untuk menuju ke beberapa calon sponsor yang memang sudah dibidik sebelum berangkat ke Jakarta. Saya menuju ke beberapa yayasan Jerman tetapi ada yang alamatnya salah, ada pula yang bosnya sedang keluar negeri. Setelah berputar-putar, ternyata hasilnya masih saja beloum pasti karena baru mengantarkan proposal ke beberapa sponsor.
Untuk memenuhi persayaratan visa yang kurang, yaitu asuransi, saya menuju ke salah satu lembaga asuransi di Bandung dan kembali pergi ke Jakarta untuk mengantarkan itu ke kedubes Jerman. Pasca mengantar itu, saya kembali berjuang ke beberapa sponsor untuk mencari peruntungan, termasuk salah satunya memanfaatkan senior yang bekerja di perusahan di perusahaan untuk membukakan jalan mendapatkan sponsor seperti Telkom*el, X*, dan perusahaan lain.
Rabu, waktu menuju acara tinggal 3hari lagi, tapi belum dapat uang sepeserpun, ada perasaan khawatir tetapi saya sudah menyiapkan mental tentang kemungkinan semua yang akan terjadi. Melihat semua yang saya lakukan, orangtua merasa tidak sampai hati jika ternyata saya tidak sampai berangkat ke Jerman,dan akhirnya keluar dari perkataan mereka, “Kalau memang kamu sangat ingin berangkat, kami akan tanggung semua biayanya” tapi dengan tegas saya katakan kepada mereka, “Jika saya tidak mendapatkan sponsor, saya memilih untuk tidak berangkat apalagi jika harus memakai uang orang tua” Peristiwa saat itu benar-benar sangat emosional.

Sembari terus berusaha menelfon semua kontak sponsor yang saya punya, ada yang tegas mengatakan tidak bisa memberi sponsor adapula yang masih menggantungkan jawaban mereka. Saya akhirnya memutuskan untuk bertemu langsung dengan ketua Yayasan Pendidikan Telkom (YPT), bapak Jony Girsang. Sesampainya di kantor, saya menemui sekretaris pribadi beliau dan minta izin bertemu, ternyata beliau sedang rapat dan katanya setelah itupun beliau harus segera pergi ke Jakarta untuk suatu urusan, saya memilih untuk menunggu dan nekat bertemu walapun hanaya sebentar. Beberapa jam kemudian rapat selesai dan saya segera menghampiri beliau dan mengulurkan tangan sambil memperkenalkan diri dan mengutarakan maksud bertemu, itupun saya lakukan sembari berdiri karena belia terlihat tergesa-gesa ke Jakarta, dengan kerendahan hati beliau bersedia berbicara sambil menuju ke mobil. Di akhir pembicaraan, beliau memberi angin segar dengan mengatakan bahwa beliau akan memberi dana jika mendapat surat rekomendasi dari rektor IT Telkom, hal itu semacam angin segar di tengah gersangnya padang pasir, tak merubah gersangnya tapi menyejukkan dan menenangkan.
Keesokan harinya, jadwal  kuliah cukup padat dan jadwal membolos sudah tipis, terpaksa baru bisa siang mencari rektor. Di siang itu, saya menuju ke gedung rektorat dan ternyata tak ditemukan sama sekali pejabat kampus baik rektor ataupun wakil rektor. Sedikit panik dengan hal itu, saya mencoba bertanya ke sekretaris pribadi rektor dan ternyata seluruh pejabat sedang rapat untuk kegiatan kompetisi roket nasional yang diselenggarakan oleh kampus saya dan mereka juga tidak tahu kapan selesai rapatnya. Saya mencoba menunggu, tetapi kembalia da jam kuliah akhirnya saya harus menghadirkan fisik saya dikelas untuk mendengarkan kuliah walaupun sebenarnya fikiran saya sedang berusaha bertahan dan mencari solusi atas kondisi H-2 acara. Sepulang kuliah telah magrib dan seluruh staf rektorat telah pulang, itu artinya hanya tersisa 1hari, yaitu besok Jum’at untuk berjuang, karena sebenarnya acara dimulai hari Sabtu di Jerman.
Tertera bahwa Visa saya telah jadi dan bisa diambil  pada Jum’at di Jakarta, uang belum dapat sepeserpun, besok masih harus mencari surat rekomendasi dari rektor untuk diajukan ke Ketua YPT. Semua hal itu harus dilakukan dalam 24jam kedepan, jika masih berharap untuk menginjakkan kaki di tanah Jerman 2013 ini. Dengan kondisi tertekan seperti itu, saya berusaha tenang dan mencari solusi. Akhirnya, saya memutuskan untuk malam harinya ke Jakarta untuk memberikan surat kuasa kepada rekan saya, Rizal untuk meminta tolong mengambilkan paspor yang didalamnya visa saya telah jadi. Tepat pada jam9 saya pergi ke Jakarta dan telah sampai pada jam00.30 Jum’at dinihari, setelah bertemu dengan Rizal saya segera menuju ke tempat pemberhentian bus untuk menunggu bus guna langsung kembali ke Bandung melancarkan misi berikutnya.
Cerahnya mentari di hari Jum’at menyambutku saat baru saja sampai di Bandung saya segera pergi ke rektorat untuk bertemu rektor atau pejabat lainnya, ternyata seluruh pejabat tidak ada, rektor telah berangkat ke Belanda untuk sebuah urusan sedangkan rektor pelaksana harian, wakil rektor 1 sedang berada di pelosok Garut untuk melakukan pengecekan sebelum kegiatan kompetisi roket nasional. Saya ke kantor YPT memberitahukan kondisinya dan pihak YPT masih keukeuh bahwa harus ada surat rekomendasi tersebut karena tidak mau loncat kebijakan khawatir terjadi perselisihan antar lembaga. Saya mencoba menghubungi wakil rektor 1 dengan mengirimkan pesan untuk bertanya posisi dan maksud saya ingin bertemu untuk meminta tanda tangan surat rekomendasi, lama sekali tidak dibalas, ditelfon juga tidak diangkat. Saya sangat bingung dengan kondisi tersebut, bingung untuk menghubungi siapa lagi, dalam kebingungan itu saya masih terus berusaha yakin dan optimis bahwa Allah akan menolong hambanya.
Adzan Jum’at berkumandang, dengan badan sedikit lemas karena kurang tidur dan tertekan dengan kondisi saya melangkahkan kaki ke masjid untuk melaksanakan sholat dan meminta untuk dikuatkan dan diberikan solusi atas permasalahan yang sedang dihubungi.
Selesai sholat Jum’at entah kenapa saya ingin pergi ke kantor YPT tanpa tujuan yang jelas, dengan badan yang masih juga lemas saya menaiki motor dan menuju kantor YPT. Ditengah perjalanan tiba-tiba Bu Retno, manager kemahasiswaan menelfon saya, dengan nada semangat saya mengangkatnya, ternyata beliau menanyakan perihal surat rekomendasi itu, saya mengutarakan tentang surat itu dan mengatakan bantuan yang saya harapkan. Bu Retno masih sedikit bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi, tiba-tiba telfon mati. Tidak lama berselang wakil rektor 1 menelfon saya dan menanyakan hal yang sama, dengan sedikit gugup menata kata-kata agar udah dimengerti saya mengutarakan maksud surat rekomendasi dan harapan yang saya harapkan dari wakil rektor 1. Setelah menangkap maksudnya, beliau memberikan petunjuk, bahwa saya diminta untuk menemui wakil rektor 3 untuk mewakilkan tanda tangan atas nama rektor di surat rekomendasi tersebut, mendengar pernyataan tersebut sendi-sendi badan yang awalnya lemas terasa dikuatkan dan saya langsung melakukan sujud syukur seakan tak percaya tentang hal yang sedang terjadi.
Surat Rekomendasi dari Rektor

Dengan mata berbinar-binar karena semangat dan ingin semuanya sepat diselesaikan, saya bergegas kembali ke kampus, print surat rekomendasi tersebut dan segera menemui wakil rektor 3 untuk meminta tanda tangan. Surat rekomendasi telah jadi, segeralah surat itu saya bawa ke ketua YPT. Setelah mengobrol dan mengecek harga tiket ke Jerman, akhirnya sesuai janjinya beliau bersedia memberikan bantuan dana untuk tiket pesawat. Yeay!! ;)
Sepulang dari kantor YPT, saya segera pergi ke Trans Studio Mall (TSM) untuk pergi membeli tiket pesawat ke Jerman di Vayatour. Tak lama kemudian, saya mendapatkan bookingan tiket maskapai Qatar Qirways dengan jurusan Frankfurt yang akan berangkat besok, iya besok, pada Sabtu malam jam23.30 WIB.
Tiket dan paspor


Yeay!! Alhamdulilah.... Semua seakan mimpi yang terjadi begitu cepat. Keesokan harinya saya terbang ke Jerman alhamdulillah dengan selamat, perjuangan selama beberapa bulan terbayar sudah.
Ketika pada akhirnya kita bekerja dengan sungguh-sungguh, tanpa henti, dan sabar untuk sebuah tujuan, sesungguhnya kerja-kerja itu akan berbuah menjadi keajaiban yang akan kita nikmati cepat atau lebih cepat. ;)
Dan, sayapun meyakini bahwa sampainya saya di eropa pada 2013 itu bukan karena usaha beberapa bulan saja, tetapi usaha bertahun-tahun ke belakang tentang mimpi yang terwujud sedikit demi sedikit, hingga akhirnya berakumulasi menjadi sebuah mimpi Go International 2013.
Maka, berbanggalah dengan setiap kemajuan dalam diri kita.

“Jika kita mempunyai keinginan yang kuat dari dalam hati,
maka seluruh alam semesta akan bahu-membahu mewujudkannya.”
(Ir. Soekarno)

“Anak-anak yang melihat dunia, akan terbuka matanya dan memakai nuraninya
saat memimpin bangsa dimasa depan.”
-Prof. Rhenald Kasali-

Bagi rekan-rekan yang ingin meminta contoh proposal, essay, ataupun berkas contoh terkait cerita ini, silahkan hubungi saya di @catur_ms atau mcatursaifudin@gmail.com
Semoga bermanfaat. :)

Jumat, 30 Agustus 2013

MIMPI ITU BERLABUH DI EROPA (PART 1)

          
          Cerita ini bermula ketika saya sedang mengikuti sebuah pelatihan Forum Indonesia Muda angkatan 13 pada akhir Oktober 2012, Prof. Rhenald Kasali sedang memberikan keynote speechnya. Ditengah kekhusyukan menyimak, beliau bertanya, “Siapa disini yang sudah memliki paspor?” dengan wajah polos sambil tengok kanan-kiri-depan-belakang saya melihat beberapa rekan yang mengacungkan tangannya. Beliau langsung menyambar dengan pertanyaan baru, “Sudah dipakai kemana paspornya?” terdengar riuh suara dari kanan-kiri-depan-belakang secara bergantian, “Malaysia, Singapore prof” sambil sedikit senyum, entahlah apa artinya senyum itu, secepat kilat profesor kembali menyambar, “ah, itu belum dipakai! Ada Negara yang lain?” dari belakang tempatku duduk terdengar sahut menyahut menjawab Jerman, London, Kanada, dan beberapa negara lain, dengan gaya tenang dan stay cool khasnya, profesor mengatakan, “nah, itu baru dipakai!”. Saat itu diri ini seakan terkena hantaman sebuah badai besar diawal sebuah perjalanan, pikiran ini berkecamuk antara positif dan negatif dengan keadaan ini? Bersyukur, pikiran ini condong ke sisi positif, dengan diawal perjalanan maka muncul sebuah keoptimisan untuk semakin banyak berbagi inspirasi dan kepedulian dengan keluarga kunang-kunang.
         
      
Sepulang pelatihan, selain euforia pasca pelatihan berupa semangat memperbaiki diri lewat membaca, menulis, dll, ternyata ada hal sedikit berbeda yang difikirkan, fikiran tentang target Go International mencuat dan melekat. Kata-kata Prof. Rhenald Kasali terngiang-ngiang disetiap aktifitas dan sebuah hadiah dari sahabat saya, Dini Khorinnisa berupa tempelan kulkas bergambar dan bertuliskan LONDON pada acara tukar kado FIM 13, menjadi penguat target itu.
“Petualangan dan Perjuangan Go International benar-benar dimulai guys!” tekadku berkobar bak api melalap hutan tropis dimusim kemarau, cepat dan tegas.


       
Beberapa langkah yang saya anggap jitu dilakukan secara paralel, hingga Tuhan mempertemukan saya pada event pertama yang coba saya ikuti yaitu Hult Prize 2013, sebuah kompetisi social entrepreneurship yang akan dilaksanakan pada 2013. Segera saya membuat sebuah tim impian J, saat itu ada Alfi Pangestiawan, Ahmad Abdul Habib, Rizki, dan tambahan salah seorang wanita sahabatnya alfi. Diawali dengan sharing pengalaman, penyampaian karakter diri, dan pendapatnya tentang social entrepreneurship, kami memulai langkah itu, bersama-sama Go International! Dengan studi kasus berupa Krisis Pangan Global, ditengah kesibukan masing-masing, kami semua berusaha semaksimal mungkin mencari banyak bahan dan inspirasi, membaca begitu banyak link materi, sharing tips dan trik dengan sahabat saya yang pernah lolos ke London, diskusi baik di media sosial maupun sms terutama dengan sahabat yang kuliah di pertanian, dan beberapa hal lain. Segala jerih dalam semua kondisi bahkan sakit sekalipun dilakukan hingga akhirnya muncullah ide, Moo’s banking, saat itu kami juga diminta memilih lokasi tahap berikutnya, dengan pertimbangan pesaing dan kami sepakat memilih London, EROPA bro! ;) dan di detik-detik terakhir kami berhasil apply di website Hult Prize.
Penungguan dilakukan, pengumuman tim yang lolos semifinal Hult Prize masih awal Januari 2013, berbekal sebuah kata-kata bijak; “Belajarlah Sukses dari Orang Sukses”, ditengah-tengah kesibukan aktifitas organisasi dan kepanitiaan saat itu sebagai ketua Bawaslu lalu disambung dengan metode soft handover (istilah telekomunikasi untuk pindah BTS-red) ke Pendidikan Dasar Astacala (Pendas) XXI, saya mencuri-curi waktu untuk bertanya-tanya pada sahabat-sahabat yang sudah pernah melihat langit dari belahan bumi yang lain, mereka adalah Dini Khoirinnisa, Gita Eka Ramadhan, Ghulam Tafrihi tentang cerita Go International mereka, beberapa pertanyaan itu terkait event yang mereka ikuti, essay, dana, persiapan, dan tak lupa tentang tips dan trik, diakhir obrolan saya bertanya tentang event terdekat yang visible untuk saya ikuti.

        Medio November 2012, di pagi buta, kaki ini bersegera melangkah ke sekretariat Astacala, organisasi Pecinta Alam IT Telkom, saat anak sekre masih asyik bermain dengan perlengkapan tidurnya, saya mencari-cari informasi hasil diskusi dengan sahabat-sahabat, berbagai kata kunci diotak-atik di mesin pencarian google untuk menemukan peruntungan tentang event international terdekat, mulai event yang diadakan di ASEAN hingga Amerika, ditemukanlah beberapa event seperti International Student Festival in Trondheim (ISFiT) 2013, Model United Nation (MUN), G20 Youth Indonesia, Trentino 2013 Winter Universiade Italy, dan berbagai event festival pemuda yang diadakan oleh negara-negara tertentu. Dari beberapa kali melakukan pencarian, hati saya belum menemukan kecocokan hati dengan event-event tersebut.


Setelah cukup lama menunggu, hari yang mendebarkan itu ternyata tiba juga, hari pengumuman tim yang lolos ke babak semifinal Hult Prize 2013 dan akan berkesempatan terbang ke kota-kota yang telah dipilih. Pihak panitia agaknya sedikit “nakal”, pengumuman tidak dilakukan sekaligus tetapi secara berkala dan dengan jeda waktu random, jantung ini seakan makin lepas dari tempatnya menunggu sesuatu yang dekat dan tidak pasti. Fanpage Hult Prize di  Facebook terus ku-refresh berharap pengumuman untuk kota London telah ada. Kota London diumumkan paling buncit, dengan harap-harap cemas mata ini melihat satu per satu tim yang lolos, ternyata tim saya belum juga menampakkan namanya di pengumuman nama tim yang lolos semifinal di London, dan setelah melihat beberapa kali untuk memastikan ternyata nama tim saya tak kunjung muncul juga. Beberapa detik berselang, hati, fikiran, dan mata ini tertunduk mempertanyakan alasan yang menyebabkan tim saya tidak lolos, langsung terlintas dengan cepatnya tentang apply untuk event ISWI 2013. Hal itu seakan merasakan tegukan air pertama setelah perjalanan panjang di padang pasir, menjadi energi yang mampu menggerakkan hati dan fisik sekaligus. Langsunglah fikiran ini memikirkan essay-essay yang belum selesai dikerjakan untuk keperluan apply ISWI 2013.


Membaca beberapa litaratur dilakukan, diskusi dengan beberapa sahabat dimaksimalkan, dan essay dibuat matang-matang demi salah satu mimpi di 2013.
 

           30 Januari 2013, tidak ada waktu lagi untuk menyelesaikan, hari itu essay harus segera diselesaikan karena besok harus segera pergi untuk menjadi tim survival pada Pendidikan Dasar Astacala XXI (Pendas XXI). Dengan semakin sedikitnya waktu yang dimiliki ditambah persiapan berangkat ke lapangan (gunung-red), alhamdulillah malam itu essay sudah jadi, “tinggal translate neh!” gumamku, dengan kemampuan bahasa inggris dan bantuan google translate akhirnya essay berhasil selesai ditranslate dan langsung apply di web ISWI 2013 pada jam01.00 WIB, waktu yang kurang baik untuk tidur malam apalagi untuk yang besok pagi harus pergi ke lapangan dan mengeluarkan banyak energi.
         
Selang beberapa hari kepulangan dari lapangan, saya harus ke Lampung selama dua minggu untuk melakukan Perjalanan Wajib angkatan Lembah Hujan sebagai salah satu tahapan masa bimbingan di Pendidikan Lanjut Astacala. Sepulangnya, semangat ke luar negeri saya masih menggebu dan bahkan semakin menggebu, hal itu karena saya belum sampai pada titik ujung salah satu mimpi, sebuah hal yang mengendap dalam fikiran karena menjadi doktrin dan terus diulang di Astacala, “Berjuang maksimal hingga akhir!”
Untuk semakin mengasah pola pikir dan kemampuan mengeluarkan ide atas sebuah kondisi, di medio Februari saya mencoba apply ke AICT, sebuah event untuk pergi ke pulau Biawak untuk belajar sesuaru disana, tetapi ketika pengumuman, ternyata nama saya juga belum muncul. Disitu semakin saya belajar, bahwa keikutsertaan kita dalam sebuah kompetisi itu adalah sarana aktualisasi diri, melatih pola pikir, kalau “Lolos?” Itu bonus dari usaha terus memperbaiki diri lewat semakin tajamnya pola pikir dalam membaca kondisi dan menawarkan solusi.
           Awal Maret 2013 adalah waktu yang dijanjikan oleh panitia ISWI untuk mengumumkan hasil seleksinya. Diri ini sudah beberapa kali menghadapi kondisi yang sama, tetapi masih juga merasakan perasaan harap-harap cemas walaupun dengan kadar yang berbeda. Hari itu keadaan emosi cukup stabil sehingga cukup tenang menyambut pengumuman. Dengan optimis tingkat dewa dan sepeda motor perjuangan diri ini pergi ke warnet di daerah Sukabirus. Kubukalah browser favorit mozilla firefox dan mengetikkan halaman web ISWI 2013, setelah menunggu mengingat koneksi warnet agak lemot. Dan, alhamdulillah nama saya muncul sebagai peserta yang berhak lolos dan berkesempatan terbang ke Jerman pada akhir Mei 2013 nanti!! Kening ini langsung kusejajarkan dengan kaki untuk sujud syukur sebagai bentuk euforiaku.
           Setelah sedikit euforia, aku telah membaca FAQ, panitia hanya menanggung biaya akomodasi selama kegiatan (tempat tinggal dan makan), untuk transport ke lokasi kegiatan ditanggung peserta, “Tak apalah, setidaknya satu jalan telah terbuka, aku yakin bahwa akan ada jalan lain yang akan terbuka dengan usaha maksimal hingga akhir!” pikirku dalam hati.
           Kedepan, setiap detik akan terasa sangat panjang dan padat akan pahit-manis perjuangan, waktu istirahat akan semakin; proposal, paspor, visa, uang transport, dll telah melambaikan tangan untuk segera dijemput dan diselesaikan. (bersambung ke bagian 2)

“KAMI BUKAN KUMPULAN ORANG YANG KUAT, TAPI KAMI ADALAH ORANG YANG MEMPUNYAI KEMAUAN DAN SEMANGAT YANG KERAS.”
(Astacala)